Judul: Pemulihan Jiwa 4
Penulis: Dedy Susanto
Penerbit: Gramedia
Terbitan: Pertama, 2013
Tebal: 152 halaman
Dimuat di: Koran Madura, 8 November 2013
Survei Yayasan SET terhadap kualitas acara televisi pada periode April-Mei 2009 menyebutkan bahwa 47,2 persen responden menilai acara televisi di Indonesia tidak memberi contoh dan perilaku yang baik. Hanya 32 persen responden yang menilai kualitas acara televisi baik. Acara terbaik didominasi program berita.
Saat ini sepertinya juga tidak jauh beda. Bahkan sebagian tayangan berita cenderung memojokkan lawan politik. Namun demikian belum banyak masyarakat yang cerdas memilah dan memilih tayangan televisi yang pas, utamanya untuk anak-anak yang usianya masih rentan. Karena disadari atau tidak tiap adegan yang mata lihat dan suara yang masuk ke telinga disimpan dalam memori otak dan membentuk imajinasi dan sugesti.
Dalam ilmu psikologi, apa yang kita lihat dan dengar sangat mempengaruhi pembentukan jiwa. Dan terhadap imajinasi itulah kita memberi makna, entah bahagia atau tidak. Artinya, orang yang sering melihat hal-hal positif tentu memiliki sugesti yang bagus dan kemudian membentuk yang bagus pula dalam persepsi dan perilaku, demikian juga sebaliknya (hlm. 90).
Imajinasi dan sugesti hal yang sangat membangun atau mengganggu seseorang. Hasil penelitian menyebutkan, anak yang sedari kecil sering menonton film kepahlawanan atau mendengar dongeng kepahlawanan punya kecenderungan memiliki karakter seperti tokoh difilm atau dongeng itu. Namun, kalau sedari kecil diberi tontonan film horor atau diceritakan cerita horor, bisa jadi anak itu tumbuh menjadi orang yang penakut atau suka menakut-nakuti orang lain (hlm. 91).
Agar tidak terjerumus ke dalam imajinasi dan sugesti negatif, kita perlu menyeleksi setiap imajinasi dan sugesti yang masuk, dan kalau sudah terjerumus masuk kita harus melakukan klarifikasi, sehingga kita tidak terganggu atau tersiksa. Karena kalau dibiarkan akan menarik dan menciptakan hal-hal negatif pula.
Dalam konteks ini, maraknya tauran pelajar seperti beberapa waktu lalu tidak menutup kemungkinan karena pengaruh imajinasi dari tontonan TV, karena hampir setiap saat dalam layar kaca kita diperlihatkan "tauran" antar pejabat negara. Kalau penilaian ini benar maka untuk memberantas tauran kiranya tidak cukup hanya memperkaya wawasan intelektual, tapi juga perlu memperkaya wawasan emosional.
Di negeri ini, orang yang terus memperkaya wawasan emosional masih belum banyak. Indikasinya, lembaga-lemabaga pemulihan jiwa belum seramai rumah sakit, padahal tidak sedikit orang yang sakit jiwanya. Bahkan, orang-orang yang mendatangi psikolog masih distigmakan negatif. Mereka biasanya orang-orang yang sakit jiwa. Dan sebagian orang malah masih menganggap profesi psikolog sebagai hal yang tabu.
Hal itu berbeda dengan di negara Barat. Di Eropa, keberadaan seorang psikolog seperti halnya dokter, bahkan ada yang dinamakan psikolog pribadi. Belum dianggap pentingnya menyisihkan tabungan untuk memeriksakan kondisi jiwa di negeri ini karena terkait dengan kebutuhan hidup. Ada yang dianggap lebih mendesak untuk dipenuhi ketimbang memeriksa kondisi jiwa, yaitu perut.
Namun kondisi ekonomi bukan alasan untuk membiarkan jiwa dalam keadaan gersang. Melalui buku Pemulihan Jiwa 4, kita bisa menyirami jiwa yang gersang untuk selalu sejuk tanpa harus mendatangi psikolog. Dalam buku setebal 152 halaman itu, Dedy Susanto memberikan teknik-teknik sederhana pemulihan jiwa yang sudah terlanjur terkontaminasi imajinasi dan sugesti negatif untuk kembali fitri. Sekalipun disampaikan dengan bahasa sangat sederhana, menerapakannya bukan hal yang mudah. Selamat Memulihkan Jiwa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar