Minggu, 29 Juni 2014

Pilar Pendidikan Karakter

Judul: Pilar-pilar Pembangunan Karakter Remaja
Penulis: Anna Farida
Penerbit: Nuansa Cendekia, Bandung
Terbitan: Pertama, Januari 2014
Tebal: 149 halaman
ISBN: 978-602-8395-14-4
Dimuat di: Tabloid Jejak, Edisi 3, Tahun III/2013

Kembali bergantinya kurikulum pendidikan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ke kurikulum 2013 semakin menegaskan ganti menteri ganti kurikulum. Sejak Indonesia merdeka, menteri yang mengurusi pendidikan sudah berganti 19 kali. Seiring dengan itu pula kurikulum pendidikan kita sudah berganti 10 kali.

Namun demikian, pendidikan kita sampai saat ini masih menyisakan banyak masalah. Tiap hari kita disuguhi pemberian kriminalitas yang dilakukan generasi masa depan bangsa yang notabene masih duduk dibangku sekolah. Bisa dipastian selalu ada berita tentang pelecehan seksual, tawuran, penganiayaan, pencurian, intoleransi, dan narkoba.

Berbagai persoalan tersebut indikasi pendidikan kita belum sepenuhnya mencapai cita-cita luhurnya: memanusiakan manusia. Oleh karenanya, revolusi karakter melalui pendidikan sangat mendesak dan sebuah keharusan demi keberlangsungan bangsa.

Kurikulum terbaru dinilai paling sempurna --meski tidak sedikit yang menghujatnya-- karena merupakan penyempurnaan, modifikasi, dan pemutakhiran dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2006 dianggap tak lagi relevan dengan perkembangan zaman yang terus berubah. KTSP sulit mencapai tujuan pendidikan nasional seiring dengan munculnya beragam masalah.

Pada kurikulum 2013 ada beberapa perubahan signifikan dalam penyelenggaraan pembelajaran di tingkat sekolah, kelas, hingga materi masing-masing pelajaran. Perubahan tersebut seiring dengan pergeseran paradigma pendidikan seiring dengan perkembagan zaman yang terus bergerak.

Ciri kurikulum 2013 menekankan pada aspek karakter sebagai salah satu tujuan utama. Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merumuskan 18 karakter, yaitu (1) menjadi diri sendiri, (2) relegius, (3) rasa hormat, (4) keberanian, (5) integritas, (6) toleran dan cinta damai, (7) disiplin, (8) kreatif, (9) mandiri, (10) senang membaca, (11) rasa ingin tahu, (12) komunikatif, (13) demokratis, (14) bertanggungjawab, (15) sehat jasmani, (16) empati dan peduli sosial, (17) peduli lingkungan.

Pendidikan karakter diharapkan melahirkan tunas-tunas bangsa yang disiplin, kreatif, inovatif, produktif, afektif, dan relegius. Enam hal tersebut pijakan yang baik dan harus menjadi inti dari setiap proses pendidikan serta diterapkan dalam keseharian pembelajaran.

Namun sayangnya, kurikulum ideal tersebut belum tersosialisasi dengan baik. Sehingga pada tahun lalu selain penerapannya tidak merata juga mengalami beberapa kendala di lapangan. Antinya, praktik di lapangan masih jauh dari harapan.

Pada tahun pelajaran 2014-2015, kurikulum 2013 direncanakan diterapkan di seluruh institusi pendidikan. Tapi, lagi-lagi, belum semua guru faham dan menerima pelatihan teknis penerapan kurikulum baru tersebut, bahkan sebagian guru hanya menganggap perubahan label saja.

Buku Pilar-pilar Pembangunan Karakter Remaja berusaha menerjemahkan kurikulum berbasis karakter ke dalam metode kegiatan belajar mengajak. Dalam kurikulum berbasis karakter seorang guru memang dituntut aktif-kreatif. Pendidik tidak cukup hanya membuat siswa paham secara teori, tapi juga bagaimana mendemonstrasinya dalam kehidupan sehari-hari melalui pembiasaan di sekolah.

Dalam menyuarakan toleransi dan cinta damai, misalnya, guru tidak cukup hanya memberikan pemahaman tentang signifikasi toleransi dan cinta damai, tapi juga bagaimana siswa bisa mempraktikan langsung.

Apa yang bisa dilakukan guru di sekolah? Salah pendidikan karakter yang bisa ditanamkan, siswa dilibatkan langsung dalam demonstrasi-demonstrasi tentang toleransi dan cinta damai, seperti melakukan petisi di jejaring sosial tentang hidup damai, dan disebarluaskankan kepada siswa yang lain (hlm. 66).

Pada peringatan hari tertentu, guru juga bisa mengajak siswa memakai kostum tradisional dan menyanyikan lagu dari berbagai daerah (hlm. 67). Selain memperkenalkan keragaman budaya indonesia, dengan perbedaan yang dirasakan sendiri, akan tumbuh sikap terbuka, toleran, dan menghargai perbedaan.

Secara khusus, buku setebal 148 halaman itu mencermati pembangunan karakter remaja (siswa yang duduk di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas [SMA]) di abad 21.

Dan yang lebih penting dari itu, Anna Farida dalam buku terbitan Nuansa Cendekia tersebut menambahkan empat karakter tentang paradigma global dan digital, yaitu (1) cinta tanah air, (2) wawasan seks dan reproduksi, (3) tolak rokok, alkohol, dan narkoba, (4) bijak menggunakan internet.

Empat karakter tersebut tak kalah penting untuk diajarkan ketimbang 18 karakter yang telah dirumuskan Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pasalnya, seiring dengan perkembangan teknologi informasi, siswa sudah akrab dengan teknologi digital.

Kamis, 12 Juni 2014

Gusti Noeroel Teguh Tidak Mau Dimadu

Judul : Gusti Noeroel Streven Naar Geluk
Penulis : Ully Hermono
Penerbit : Kompas
Terbit : 2014
Tebal : XII+284 halaman
ISBN : 978-979-709-812-4
Dimuat di: Koran Jakarta

Tak banyak publik yang mengenal Gusti Noeroel, tak seperti RA Kartini. Memang dedikasinya tak seberapa dibanding Kartini. Namanya tak ada dalam teks buku pelajaran sejarah. Noeroel banyak menyedot perhatian kaum Adam.

Kecantikannya menggetarkan hati banyak pria terhormat, di antaranya Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sutan Sjahrir, dan kabarnya juga Soekarno. Siapa sebenarnya sosok perempuan yang pernah bersemayam di hati laki-laki hebat tersebut? Pemilik nama lengkap Gusti Raden Ajeng Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoemawardhani ini salah satu putri Pura Mangkunagaran, Solo.

Gusti Noeroel, demikian akrab dipanggil di lingkungan Pura, satu-satunya buah hati Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkoenagoro VII dengan permaisuri (garwa padmi) Gusti Kanjeng Ratu Timoer. Lahir pada Sabtu legi, 17 September 1921.

Lahir dan besar di lingkungan istana yang kental dengan adat istiadat Jawa tak membuat Gusti Noeroel terkungkung. Dalam busana, dia tak hanya memakai kain dan kebaya, tapi juga akrab dengan celana panjang, rok pendek, dan blus. Sekalipun istilah kesetaraan gender belum terdengar, Gusti Noeroel sejak kecil sudah biasa olah raga berkuda dan bermain tenis.

Dalam memilih pasangan hidup, Gusti Noeroel mendobrak tembok tradisi pura berupa poligami. Dia enggan dipermaisuri raja karena tak ingin seperti ibunya, yang kebahagiaannya sedikit terampas kehadiran selir-selir Mangkoenagoro VII. Dia menolak dimadu.

"Nduk, mugo-mugo suk kowe ojo dimadu," kata Gusti Timoer yang selalu dipegang (Nak, mudahan-mudahan nanti kamu jangan dimadu). Gusti Noeroel bertekad bila berumah tangga tidak akan pernah mau dimadu (hal 32-33). Hingga menikah dengan Raden Mas Soerjosoerarso (Letkol TNI AD), dia benar-benar menepati janji.

Sebelumnya, Gusti Noeroel sempat ingin disunting Sri Sultan Hamengku Buwono IX serta pangeran dari Karaton Surakarta. Namun, dia selalu menolak karena tak mau dimadu. "Aku takut tidak bisa tidur karena dimadu," kata Gusti Noeroel kepada Sultan saat ditanya alasan penolakan (hal 158).

Gusti Noeroel juga tak mungkin minta Sultan menceraikan garwa ampil-nya karena akan menyakiti perempuan lain. Bagaimanapun mereka juga kaumnya. Wanita mana yang mau diceraikan begitu saja karena suami akan menikah lagi? Gusti Noeroel menyadari itu.

Diam-diam juga ada pria lain mendekati Gusti Noeroel. Dia bukan dari bangsawan Jawa, yaitu Sutan Sjahrir. Setiap rapat kabinet digelar di Yogyakarta, dia selalu mengutus sekretaris pribadinya ke Pura Mangkunagaran khusus mengantarkan hadiah yang dibeli di Jakarta.

"Aku tak lagi ingat apa saja yang pernah dibicarakan dengan Sjahrir, tapi aku masih ingat Sjahrir pernah membelai pipi dan daguku. Aku diam saja," kenang Gusti Noeroel. Namun, hubungannya kandas karena masalah partai. Sebagai tokoh Partai Sosialis Indonesia, Sjahrir tak mungkin menikah dengan putri bangsawan yang dianggap feodal (hal 160).

Kabarnya, Bung Karno juga menaruh bersimpati, sekalipun tak pernah mengatakan langsung dan hanya mendengar dari Bu Hartini, istrinya. Setelah Gusti Noeroel menikah, Bung Karno hanya selalu mengatakan, "Aku kalah cepat dengan suamimu" (hal 160).

Namun kedekatan keduanya sangat erat. Saat revolusi selesai, Bung Karno mengundangnya ke Istana Cipanas. Di kamar kerja presiden di Istana Cipanas terpasang lukisan Gusti Noeroel yang dibuat Basuki Abdullah.

Itulah sebagian kecil perjalanan hidup Gusti Noeroel yang mencicipi kepemimpinan Presiden Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan gaya bertutur langsung, seolah Gusti Noeroel menyampaikan sendiri pemikiran, pengalaman, dan pilihan hidupnya. Buku juga menyajikan foto-foto di tiap alur cerita.

Rabu, 11 Juni 2014

Mahfud MD Orang Madura



Judul: Biografi Mahfud MD, Terus Mengalir
Penulis: Rita Triana Budiarti
Penerbit: Konstitusi Press, Jakarta.
Cetakan: Pertama, Maret 2013
Tebal: xxxii+614 halaman
ISBN: 978-602-18634-8-0
Dimuat di: Okezone.com

Sekalipun orang Madura selalu jadi bahan lelucon dan tertawaan karena stigma negatif yang sudah berkembang, tidak sedikit putra Madura yang telah berhasil mengisi jabatan negara tingkat nasional dan sukses meniti karir di ibu kota, bahkan luar negeri.

Dari sederet tokoh nasional dari Madura, Mahfud MD orang yang paling mudah dikenali sebagai orang Madura. Saat mendengar nama Mahfud MD yang terbayang adalah pulau garam, Madura. Setidaknya ada dua ciri yang membuat nama pria kelahiran Sampang itu mudah ditebak sebagai orang Madura.

Pertama, kata 'MD' dibelakang nama 'Mahfud'. Tidak jarang orang beranggapan, 'MD' adalah singkatan dari Madura. Penambahan kata 'MD' (Mahmudin, orang tua Mahfud) secara tidak sengaja oleh gurunya saat belajar di Pendidikan Guru Agama (PGA) untuk membedakan dengan siswa lain yang juga bernama Mahfud tampaknya juga menjadi berkah tersendiri buat suku Madura.

Kedua, logat bicara khas Madura yang masih sangat kental. Sekalipun Mahfud MD besar di Yogyakarta dan berkarir di Jakarta, logat bicara tanah kelahirannya tidak berubah. Ia tidak gengsi dan merasa malu mempertahankan logat bicara bahasa ibu di depan publik.

Buku Biografi Mahfud MD, Terus Mengalir, secara implisit Rita Triana Budiarti semakin meneguhkan Moh. Mahfud MD sebagai orang Madura. Selain dua ciri tersebut, banyak budaya, watak dan karakter orang Madura yang melekat pada diri Mahfud MD, yang tak banyak diketahui orang.

Anda yang ingin mengenali pribadi Mahfud MD secara lebih mendalam sekaligus mengetahui karakter orang Madura yang selalu dikesankan tempramen, kasar dan bodoh, seyogyanya membaca buku setebal 614 halaman itu.

Selain menapaktilas perjalanan hidup alumni pondok pesantren kecil di Kecamatan Waru Pamekasan, yang berhasil mengisi trias politica negeri ini, Anda yang suka dengan hukum dalam setiap lembarnya akan mendapat pelajaran ilmu hukum.

Tidak salah belajar dari pengalaman orang yang tak punya lobi dan upeti meraih kesuksesan diluar cita-citanya yang hanya ingin jadi guru. Namun, bukan lantas buku karya mantan wartawan majalah Gatra tersebut tanpa catat. Tiadanya indeks membuat buku ini kurang sempurna.

Karakter Madura
Mahfud MD memiliki karakter tatag, karakter yang mulai jarang dimiliki pemimpin negeri ini. Tatag yang diekspresikan Mahfud menggambarkan karakter asli orang Madura: berani karena benar bukan karena dibayar, apalagi membela kepentingan. Berani mempertanggungjawabkan apa yang diucapkan dan dikerjakan (Koran Madura, 24 Desember 2012).

Bukan hanya sekali Mahfud MD melontarkan statemen berani: akan berhenti dari jabatannya sebagai Ketua MK jika lembaga yang dipimpinannya terlibat korupsi. Ia buktikan bersihnya lembaga yang dimpinanya. Berbagai tuduhan yang dialamatkan pada lembaganya sampai dirinya purna tugas, 1 April 2013, tidak ada yang terbukti.

Opini Rafly Harun berjudul "MK Masih Bersih?" di harian Kompas, 25 Oktober 2010, dengan beberapa tuduhan yang meyakinkan publik, misalnya, kebenaran tulisan tersebut tidak terbukti. Untuk membuktikan kebenaran tuduhan itu dan hasilnya objektif, MK melakukan investigasi dengan menunjuk Rafly sebagai koordinator tim investasi didampingi pakar-pakar hukum. (hlm. 445-455).

Ungkapan Mahfud MD, MK institusi bersih dari KKN tampaknya bukan pepesan kosong. Hasil tim investigasi tidak menemukan pembenaran tuduhan Rafly yang dimuat di Kompas tersebut. Ia juga pernah menantang Mensesneg Sudi Silalahi saat menyebut MK pernah melanggar undang-undang dan Ketua MA Harifin Tumpa yang mengatakan tidak ada lembaga pemerintahan yang bersih. Namun, Sudi dan Harifin tampaknya hanya gertak sambal dan tidak bisa membuktikan ucapannya ketika ditantang Mahfud.

Sikap kontroversi dan tatag Mahfud tidak menurunkan kredibilitasnya sebagai seorang pemimpin bersih yang disegani, tapi malah membuat namanya semakin melejit dan digolongkan pemimpin bernyali. Pemimpin yang dibutuhkan negeri ini.

Sikap keras orang Madura yang sering dicitrakan negatif tampaknya juga jadi watak Mahfud MD. Tanpa tedeng aling-aling, sikap keras Mahfud mudah membuncak saat melihat ketidakadilan dan pelanggaran hukum. Tak segan melontarkan kritik, kepada siapapun. Namun sekaligus lemah lembut. Keras tapi ares, watak orang Madura.

Semasa menjadi pembantu Presiden Gus Dur sebagai Menteri Pertahanan, Mahfud MD orang yang bersikeras mencegah Gus Dur mengeluarkan dekrit saat hubungan Presiden dan DPR merenggang, sebelum akhirnya Gus Dur lengser (hlm. 298-301). Mahfud MD pula yang mengungkap borok korupsi mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin (hlm. 469-480).

"Kelemahan saya adalah suka ngomong, karena suka menyerempet lembaga dan pejabat lain. Tapi, kelebihan saya adalah suka ngomong, sehingga berani mengatakan hal-hal yang orang lain rikuh atau tak berani mengatakannya. Sebab, sering ada orang yang tak mau meneriakkan kebenaran hanya karena rikuh pada pejabat lain atau takut mengemukakannya," kata Mahfud (hlm. 435-436). Sebab itulah, mungkin, ia digemari pers dan beberapa kali menerima penghargaan dari media massa.

Mahfud MD berani bersikap keras dan tatag karena memang bersih. Tidak pernah neko-neko dengan proyek. Siti Khadijah, ibu Mahfud MD, mendidik putra-putrinya sejak kecil untuk selalu berbuat jujur dan tidak meminta-minta. Meminta bukan tidak boleh tapi tidak baik (juba’). Pola tingkah juba' (buruk) dan bagus (baik) inilah yang selalu ditekankan orang tua Mahfud pada anak-anaknya.

Penolakan Mahfud MD saat menjadi menteri menerima hibah tanah 6.000 m2, satu tas uang dan dua unit apartemen dari pengusaha apartemen Hanry Leo rupanya didasarkan pada pertimbangan juba' dan bagus yang diajarkan orangtuanya di kampung. Seandainya guru besar ilmu hukum itu hanya mempertingkan dari sisi ilmu hukum, hibah tersebut sudah pasti diterima karena pada saat itu belum ada undang-undang gratifikasi.

"Pajekjek ma' sodek, bile lendu ma' ta' agundek" peribahasa Madura yang selalu dipegang teguh Mahfud MD, sampai saat ini, sehingga tak gentar dengan tuduhan-tuhan yang kerap kali dialamatkan pada lembaga dan pribadinya.