Kamis, 30 Januari 2014

Menelusuri Jejak Dakwah Musdah Mulia

Judul: Mujahidah Muslimah

Penulis: Ira D. Aini
Penerbit: Nuansa Cendekia
Terbitan: Oktober 2013
Tebal: 267 halaman
ISBN: 978-602-7768-24-6
Dimuat di: RimaNews.com

Orang atau perkumpulan yang berbeda pendapat dengan Siti Musdah Mulia dalam menginterpretasikan keyakinan cenderung menyematkan stigma jelek; liberal, antek zionis yahudi, kepanjangan tangan Barat, anti syariah dan tuduhan-tuduhan tak baik. Rekam jejak hidupnya yang diabadikan Ira D. Aini, Mujahidah Muslimah, dengan sendirinya menepis sederet anggapan miring tersebut.

Argumentasi Budi Handrianto (2007) menuduh dan memasukkan Siti Musdah Mulia, satu-satunya perempuan, ke dalam 50 tokoh Islam liberal di Indonesia tidak cukup alasan. Kepribadiannya jauh dari yang dituduhkan. Sekalipun sering bergaul dengan non muslim, ia tetap muslimah yang taat terhadap titah Tuhan. Keimanannya tak tergoyahkan.

Sebagai orang yang dibesarkan dalam keluarga yang kental dengan tradisi NU, tradisi-tradisi pesantren tidak pernah dialpakan. Padatnya aktivitas tak menghalangi Musdah melestarikan sunah nabi seperti puasa Senin dan Kamis, dan puasa Daud (selang sehari) [hlm. 172-173]. Bahkan tak pernah melalaikan kewajiban sebagai seorang muslimah sekalipun sedang berada di lingkungan komunitas yang berbeda budaya dan agama.

Ibadah, bagianya, sebuah kebutuhan. Bukan sebatas kewajiban. Syariah agama adalah metode untuk memenuhi kebutuhan seorang hamba yang selalu ingin dekat kepada Tuhan (hlm. 164). Karenanya, Musdah tak canggung untuk beribadah sekalipun harus sekamar dengan perempuan pendeta. Menjalin keintiman dengan Tuhan yang diyakini saat orang pulas terlelap, tanpa harus merampas hak orang lain.

Oleh karenanya, Musdah keberadaan dengan segala bentuk formalisasi syariat. Formalisasi agama tidak lebih dari pemaksaan, sehingga nilai-nilai substansial ritual agama tercerabut. Indikator keislaman yang ditampilkan hanya tertuju kepada hal-hal ritual. Sementara ritual agama tidak hanya sebatas hubungan vertikal, tapi juga terdapat dimensi horizontal. Akibatnya, hal-hal substansial seperti perlindungan bagi anak terlantar, perempuan yang mengalami eksplorasi dan diskriminasi terbengkalai (hlm. 125).

Dimensi sosial itulah yang Musdah terus gali dan dakwahkan dengan melakukan upaya-upaya transformasi sosial ke arah yang lebih baik dengan ditopang wawasan yang luas. Ia meyakini menegakkan HAM dan membela kaum tertindas adalah tugas mulia, misi utusan Allah sejak awal sejarah manusia.

Namun, sebagian orang masih salah faham sehingga stigma negatif atas pemikiran dan kiprahnya belum usai, bahkan tak jarang masih mendapat intimidasi dan upaya-upaya pembunuhan karakter untuk menghentikan dakwahnya. Pemerintah pun ikut melakukan tekanan dengan janji-janji menggiurkan asal berhenti bersuara.

Muslimah Reformis
Aktivitas keagamaan dalam Islam jika diklasifikasikan ada dua. Pertama, bersifat baku dan statis. pelaksanaannya harus mengikuti aturan main yang telah dirintis. Ritual yang bersifat legal-formal --dikenal denganibadah mahdhah-- telah final dan tak mungkin dimodifikasi. Musdah sebagaimana umat Islam umumnya juga meyakini rukun Islam dan rukun iman sesuatu yang sacral, tak bisa diotak atik lagi.

Kedua, ritual keagamaan ada yang bersifat dinamis seiring dengan ruang dan waktu yang mengiringi. Tidak ada mekanisme tertentu dalam pelaksanaannya. Ibadah ghairu mahdhah inilah yang Musdah coba tafsirkan kembali untuk dialogkan dengan perkembangan zaman yang selalu berubah-ubah.

Pada bagian kedua tersebut Siti Musdah Mulai mencoba mengkritisi interpretasi dalil-dalil keagamaan yang dianggap sudah mapan dan mutlak, khususnya terkait isu perempuan yang cenderung menempatkan haum hawa sebagai objek dan keberadaannya selalu di bawah laki-laki.

Sekalipun terjun menjadi aktivis perempuan di negeri yang masih kental dengan budaya patriarki bukan tanpa hujatan dan tantangan, sejengkalpun langkahnya tak pernah mundur. Aktivitasnya diyakini merupakan implementasi atas ajaran tauhid yang menebarkan kedamaian dan cinta kasih kepada sesama.

Maka dari itu, kedamaian dan cinta kasih harus diposisikan di atas segala hal. Terkait penolakan dirinya terhadap poligami misalnya, bukan lantas ia menentang syariah. Silakan bagi yang mampu, namun yang jelas mustahil dua cinta bersemi dalam satu hati. Dan tak ada orang yang secara sadar dikhianati dan disakiti. Pengalamannya mendampingi korban poligami menemukan bahwa poligami tindak kriminal nyata dalam keluarga (hlm. 177).

Perjuangan Musdah tak hanya dilakukan di balik meja dengan hanya memberi mata kuliah kepada mahasiswa dan menulis di media. Ia kerap kali terlibat langsung sehingga merasakan betul kesedihan dan penderitaan kaum minuritas yang tertindas.

Dalam buku 267 halaman itu diceritakan kiprah Prof. Dr. Siti Musdah Mulia dalam membela kaum marginal serta pemikiran yang mendorong aksinya. Penulis mampu merekam hingga saat pribadinya sempat meragukan perjuangannya adalah suatu kebenaran.

Sederet tuduhan miring yang belum luntur agar tidak menjadi fitnah, buku terbitan Nuansa Cendekia tersebut penting untuk dibaca. Dalam buku itu, pembaca akan menemukan alasan-alasan ilmiah-relegius Musdah melakukan aktivitas yang oleh sebagian orang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Wallahu a’lam.

Rabu, 29 Januari 2014

Menyingkap Berkah Ka'bah

Judul: Sejarah Ka'bah
Penulis: Prof Dr. Ali Husni al-Kharbuthli
Penerbit: Turos Pustaka
Terbitan: Ketiga, September 2013
Tebal: 364 halaman
ISBN: 978-602-99414-9-4
Dimuat di: NU Online

Orang yang mengetahui sejarah Ka'bah tak akan membantah bahwa dari sembilan keajaiban dunia, Baitullah (rumah Allah) adalah tempat yang paling ajaib. Bangunan berukuran 12,84 meter (sisi timur laut), 12,11 meter (sisi barat daya), 11, 28 meter (sisi barat laut), dan 11,53 meter (sisi tenggara) itu, menyedot perhatian banyak orang. Bahkan pemerintah negara-negara Muslim mencurahkan perhatian khusus, dan sudah berlangsung dari masa ke masa.

Lembah tandus, sempit --tidak lebih dari 700 langkah pada awalnya-- dengan dikelilingi gunung cadas dan tidak ditumbuhi pepohonan, sebelum kedatangan Nabi Ibrahim dan Ismail jauh dari hiruk pikuk manusia. Tak ada aktivitas manusia, bahkan burung-burung pun enggan hinggap di lembah tersebut karena memang untuk mendapatkan air saja sangat sulit.

Saat ini, tanah tandus itu gemerlap. Menyaksikan kemegahan Mekah sekarang sulit membayangkan kesulitan Siti Hajar saat mondar-mandir mencari air untuk sekadar diminum, setelah bekal untuk Ismail habis. Kini, lembah tersebut menjadi kota padat, setiap harinya didatangi banyak umat manusia dari berbagai belahan dunia.

Kota Mekah setiap tahunnya didatangi sekitar 7-8 juta orang (hlm. 117). Jumlah kunjungan tiap tahunnya terus mengalami tren peningkatan, sehingga harus dibatasi. Rasanya belum ada satu pun kota di dunia yang menyamai Mekah dan Madinah dalam kunjungan orang asing tiap tahunnya.

Kementerian Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi mencatat, pada tahun 2012, jumlah jemaah haji saja yang mendatangi dua kota tersebut sekitar 2,9 juta orang. Rilis tersebut meningkat drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Jemaah umrah lebih tinggi lagi. Selama bulan Ramadhan 1433 H saja mencapai 4,8 juta (hal. 117).

Banyaknya pengunjung dari berbagai belahan dunia memberikan berkah ekonomis pada pemerintah dan warga yang tinggal di Mekah, Madinah dan sekitarnya seperti Jeddah. Dalam kurun waktu 2004-2005 saja, Kepala Komisi Transportasi, Kamar dan Industri Arab Saudi menyebutkan angka sekitar 30,6 miliar Riyal (Rp. 76,5 triliun) devisa yang diperoleh dalam kurun waktu 2004-2005. Dalam setiap tahunnya, devisa yang masuk terus meningkat (hal. 118).

Hal ini tentu tidak lepas dari doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim saat melepas istri dan putranya, Siti Hajar dan Ismail, di tanah yang tidak memiliki tanam-tanaman itu. Allah mengabadikan doa Nabi Ibrahim dalam Al Qur'an Surah Ibrahim (14): 37.

Untuk meningkatkan pelayanan jemaah haji dan umrah yang terus membludak dibutuhkan banyak investasi. Guru besar ekonomi Saudi Fahd al-Andeejani menyatakan, investasi di bidang jasa akan lebih banyak lagi menyerap tenaga kerja. Saat ini yang sudah berjalan layanan penyediaan air Zamzam (hal. 119).

Arab News mencatat, sektor jasa penyediaan air Zamzam menyerap ribuan tenaga kerja. Belum lagi sektor jasa lainnya seperti menginapan dan katering yang menghasilkan keuntungan hingga 3 miliar riyal atau sekitar Rp7,5 trilian. Sementara sektor transportasi diperkirakan meraup keuntungan hingga 5 miliar Riyal atau Rp. 12,5 triliun. Belum lagi suvenir seperti sajadah, karpet, parfum dan perhiasan (hal. 119-120).

Peluang besar ini tampaknya terendus hingga ke Indonesia. Hingga saat ini, masyarakat yang kesulitan mengakses pekerjaan di negeri ini menjadikan Arab Saudi sebagai negara tujuan utama mencari nafkah, sekalipun ada banyak TKW yang mengalami perlakuan tidak manusiawi. Pemilihan negeri para nabi sebagai tempat TKI terbanyak selain Malaysia bukan semata karena upah.

Selain karena upah yang lumayan besar, tenaga kerja lebih memilih Arab Saudi sebagai tempat mencari nafkah karena keuntungan yang diperoleh tidak semata berorientasi dunia. TKI tidak hanya memperoleh uang tapi sekaligus bisa menyempurnakan rukun Islam yang kelima, menunaikan umrah atau haji, yang tidak ditemukan di negara lain.

Buku Sejarah Ka'bah yang ditulis Guru Besar Sejarah Islam Universitas 'Ain Shams, Kairo, Mesir, Prof. Dr. Ali Husni al-Kharbuthli, menjawab 1001 pertanyaan seluk beluk bangunan Ka'bah, dari masa ke masa.

Dengan bahasa bertutur yang cukup baik, tidak seperti literatur sejarah pada umumnya yang cenderung menoton dan membosankan, dalam buku setebal 361 itu dikupas aspek agama, politik, ekonomi dan sosial yang mengiringi bangunan Ka'bah yang tetap berdiri kokoh tak lapuk dimakan zaman.

Penerbit Turos Pustaka menyisipkan hasil kajian ilmiah tentang Ka’bah. Juga dilengkapi panduan haji dan umrah. Wallahu a’lam.

Senin, 27 Januari 2014

Tanaman Herbal untuk Generasi Berkualitas

Judul: Buah, Daun, Umbi, Biji-bijian dan Kacang-kacangan Berkhasiat Agar Diberi Momongan yang Berkualitas
Penulis: Lenan Sari, Amd. Keb.
Penerbit: Diva Press
Terbitan: Pertama, November 2013
Tebal: 120 halaman
ISBN: 978-602-279-089-1
Dimuat di: RimaNews.com

Masyarakat Jepang populer dengan orang-orangnya yang pintar dan cerdas. Teknologi canggih yang kita nikmati saat ini sebagian besar buah karya anak negeri Sakura. Rahasia masyarakat Jepang pintar dan cerdas selain karena mendapat pendidikan yang tinggi dan berkualitas juga dipengaruhi makanan yang dikonsumsi.

Dr Susy Ong, Dosen Pascasarjana Kajian Wilayah Jepang UI, mengatakan, selain fasilitas pendidikan yang sangat memadai yang disediakan pemerintah, masyarakat Jepang cermat dalam memilih makanan. Makanan yang dikonsumsi yang lebih mengandung protein. Sehingga mempengaruhi kesehatan dan kecerdasan (Tau Gak Sih, Trans 7, 1 Mei 2013).

Tidak salah jika kita meniru kebiasaan masyarakat Jepang dalam hal memilih makanan untuk buah hatiyang lebih berkualitas. Dan hal itu tentunyasudah dilakukan sejak merencanakan memiliki momongan. Karena kesuburandankehamilan yang sehat,sertakualitas ASI mempengaruhikesehatan dan kecerdasan calon buah hati.

Lenan Sari, Amd. Keb. dalam buku Buah, Daun, Umbi, Biji-bijian dan Kacang-kacangan Berkhasiat Agar Diberi Momongan yang Berkualitas menerangkan makanan-makanan berkualitas dan berkhasiat tinggi yang ada di sekitar kita yang dapat melancarkan proses persalinan dan kesehatan bayi.

Namun, pangan lokal penunjang lahirnya generasi-generasi pintar dan cerdastersebut mulai diabaikan. Dalam konteks kehamilan misalnya, masyarakat bergantung sepenuhnya kepada dokter dan obat-obatan modern yang terbuat dari bahan berkimia. Sementara obat-obatan herbal di sekelilingnya kurang lagi diminati.

Untuk jangka pendek, obat-obatan generik (dari) saran dokter memang lebih praktis dan efesien. Namun untuk jangka panjang, obat-obatan herbal jauh lebih baik karena tidak mengandung unsur kimia. Di tengah desarnya kampanye kembali ke pangan lokal, dalam mengonsumsi obat mestinya juga menggunakan bahan dari toga.

Dalam buku setebal 120 halaman terbitan Diva Press itupenulis mengurai kandungan gizi, manfaat, dan cara mengolah atau menyajikan pangan lokal tersebut. Selain bisa diolah dalam bentuk obat-obatan juga bisa diolah menjadi makanan ringan, kue atau minuman.

Di dalamnya terdapat lima pembahasan utama. Bagian pertama tentangbuah-buahan (hlm. 12-58). Kedua tentangdaun-daunan (hlm. 62-74). Bagian ketiga tentang umbi-umbian (hlm. 78-86). Keempat tentang kacang-kacangan dan biji-bijian (hlm. 90-100). Dan pada bagian terakhir ramuan herbal peningkatan kesuburan dan pemancar ASI (hlm. 104-119).

Kamis, 02 Januari 2014

Perjuangan Anak Negeri


Judul: Mahamimpi Anak Negeri
Penulis: Suyatna Pamungkas
Penerbit: Metamind, Solo
Terbitan: Pertama, 2013
Tebal: 438 halaman
Dimuat di:  Radar Madura, 29 Desember 2013

Novel bertema sosial dan religi sedang menjadi tren. Novel dengan latar perjuangan anak kampung yang hidupnya terisolasi meraih mimpi dan novel pencarian spiritual saling berebut pembaca, sekalipun keduanya memiliki penggemar tersendiri. Novel Mahamimpi Anak Negeri mencoba memadukan dua tema tersebut.

Suyatna Pamungkas, sang penulis, dalam buku setebal 438 halaman itu mengisahkan perjuangan empat pemuda --berjuluk Empat Pawana-- yang jenuh dan gelisah dengan kondisi sosial dan keagamaan kampung halamannya di Desa Bukit Bayur, sebuah desa pedalaman hutan pinus di Kabupaten Banyumas. Mereka adalah Tegar Prakoso, Sudarwin, Waris Subekti serta Elang, dan belakangan ditambah Senja.

Sekalipun usianya cukup muda, masih duduk di bangku SMP, Empat Pawana sudah merasakan ketimpangan sosial dan kejahiliaan masyarakat kampung halamannya. Kekayaan alamnya yang melimpah tak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakatnya. Demikian pula dengan pengamalan agama. Meski mayoritas penduduknya mengaku beriman tapi tidak pernah beribadah.

Dengan bersekolah, mereka ingin jadi anak yang pintar dan kelak bisa menghapus ketimpangan sosial yang mereka saksikan tiap hari. Dan dengan mengaji, Empat Pawana ingin jadi anak yang alim sebagai bekal untuk "mengislamkan" warga Bukit Bayur.

Setiap pagi, mereka harus menempuh perjalanan 15 kilometer berjalan kaki dengan kondisi jalan yang becek untuk menuntut ilmu di SMPN 4 Satu Atap Cilongok (hlm. 63). Pada malam hari harus turun-naik gunung menyusuri jalan sempit dan terjal, dan menyeberangi sungai untuk mengaji di Masjid Sayyidina Hamzah di Wogen Legok, asuhan Ustaz Ahmad.

Itulah mukadimah perjuangan Empat Pawana mengusir Perusahaan Hutan yang telah menipu dan "menjajah" penduduk Bukit Bayur. Perusahaan yang menyewa tanah warga yang ditanami tebu dan disulap menjadi hutan pinus dengan harga sangat murah, empat puluh rupiah setara dengan sepuluh gram emas selama 100 tahun (hlm. 142).

Perjuangan tersebut juga awal dari berdirinya pesantren sebagai tempat ibadah dan pendidikan di Desa Bukit Bayur, setelah masjid atau lebih tepatnya langgar berdiameter lebar tiga meter dan panjang empat meter dengan dinding dari anyaman bambu yang dibangun Empat Pawana sebelum hijrah menuntut ilmu ke luar kota dibakar Kepala Polisi Hutan, Pak Sapon (hlm. 250-251).

Dari kisah buku yang diterbitkan Metamind itu pembaca dapat belajar bahwa perjuangan ternyata tak cukup hanya bermodalkan semangat dan kerja keras. Memperjuangkan idealisme juga butuh ketahanan, utamanya ketahanan ekonomi. Karena impitan ekonomi, Waris terpaksa harus keluar dari Empat Pawana karena harus ikut transmigrasi mendampingi ibunya ke Kalimatan pasca bencana yang meratakan rumahnya. Dan disusul Tegar tidak bisa ikut pengembangan mencari Kiai Nasir, untuk memperdalam ilmu agama.

Pengembaraan mencari Kiai Nasir sebagaimana direkomendasi Ustaz Ahmad hampir membubarkan Empat Pawana. Elang nyaris menyerah karena terjalnya kehidupan yang harus dialami. Ditambah ibunya di kampung halaman dikabarkan meninggal dunia. Namun, Darwin bisa meyakinkannya dan bisa melewati masa-masa tersebut hingga akhirnya menerima beasiswa studi di UGM, Yogyakarta.

Perjuangan mengusir Perusahaan Hutan membuahkan hasil setelah Elang berhasil menyelesaikan studi S-3 di Stuttgart. Sementara mendirikan pondok pesantren adalah syarat untuk menyunting Senja, alumni pasca sarjana Al Azhar, Mesir.

 Pengetahuan penulis yang luas, tak hanya mampu menceritakan perjuangan empat remaja kampung melakukan perubahan secara apik dan menggungah. Dalam setiap lembarnya, pembaca akan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru.

Kemesraan Soekarno dan NU

Judul: Soekarno dan NU: Titik Temu Nasionalisme
Penulis: Zainal Abidin Amir dan Imam Anshori Saleh
Penerbit: LKiS Yogyakarta
Terbitan: Pertama, 2013
Tebal: 162 halaman
ISBN: 602-17575-6-4
Dimuat di: Koran Madura, Jumat 27 Desember 2013

Pada memilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur kemarin, hampir saja PDI Perjuangan dan PKB berkoalisi. Sempat mengemuka pasangan Cagub-Cawagub Khafifah Indar Parawansa-MH Said Abdullah. Sekalipun koalisi "buah semangka" tidak terlaksana, tidak menutup kemungkinan pada pilpres 2014 mendatang keduanya berkoalisi.

Jika melacak hubungan partai politik pelestari ajaran Soekarno tersebut dengan kendaraan politik warga NU, pada pemilu presiden 1999 keduanya telah sukses mengantarkan KH. Abdurrahman Wahid, cucu pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari, sebagai presiden RI ke-4 dan Megawati Soekarnoputri, putri Soekarno, sebagai wakilnya.

Sekalipun berasal dari akar yang berbeda, PKB yang menjadi "sayap politik" NU dan PDI Perjuangan yang menjadi penerus perjuangan Soekarno dalam bidang politik menampakkan kemesraan yang cukup harmonis. Barangkali hal itu genealogi dari hubungan Soekarno dan NU yang telah lama dirajut dalam memperjuangan dan mengisi kemerdekaan.

Sejarah telah mencatat bagaimana hubungan baik PNI, parpol yang didirikan Soekarno, dengan Partai NU sebelum akhirnya kembali ke khittah. Pasca kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1953, NU tumbuh berkembang menjadi sekutu Soekarno dalam relasi politik dalam mengisi kemerdekaan. (hlm. 116).

Kemesraan antara Soekarno dan NU sebenarnya sudah dimulai sejak era sebelum kemerdekaan. Hal itu ditandai dengan perkenalan Soekarno muda dengan KH. Wahab Hasbullah, kiai progresif yang menjadi motor utama berdirinya NU. Dari interaksi dua tokoh inilah, kekuatan menghadapi pemerintah kolonial semakin kuat (hal. 89).

Kedekatan Soekarno dan NU dipertemukan oleh rasa nasionalisme terhadap tanah air. Semangat Soekarno yang anti imperealisme dan kolonialisme senafas dengan perjuangan NU, sekalipun didasarkan pada rujukan yang berbeda. Dua kekuatan besar ini disatukan untuk mengusir penjajah, sehingga kita saat ini menikmati iklim kemerdekaan.

Kesamaan gagasan tentang nasionalisme membuat keduanya kemudian saling mengapresiasi. Pengakuan Soekarno atas kontribusi NU dikemukakan pada penutupan Muktamar NU di Sala, 29 Desember 1962, melalui pidato berjudul: Saya Cinta Sekali pada NU (hlm. 107). Dan apresiasi NU kepada Soekarno bisa dilihat dari konferensi para ulama di Cipanas Jawa Barat dengan memberikan gelar waliyul amri dharuri bis syaukati (pemerintah yang sah) kepada Soekarno (hlm. 116).

Kemesraan keduanya hubungan yang saling menguntungkan. KH. Wahab Hasbullah mengatakan: Soekarno tanpa NO (Nahdlatul Oelama) akan menjadi sukar (susah) menjalankan program politiknya. Demikian juga NO tanpa Soekarno akan menjadi bongkar (didongkel orang).

Zainal Abidin Amir dan Imam Anshori Saleh dalam buku setebal 162 halaman menelusuri kedekatan Soekarno dengan NU. Selama ini, literatur yang mengungkapkan kedekatan Soekarno dengan NU belum banyak bahkan hanya menjadi serpihan dari sejarah dinamika NU. Dalam buku terbitan LKiS itu juga terungkap kenapa Soekarno lebih populer sebagai tokoh nasionalis-sekuler daripada nasionalis-relegius.

Namun tak ada gading yang tak retak. Buku tersebut juga memiliki beberapa kekurangan yang menghambat keasyikan pembaca menikmati keintiman Soekarno dengan NU, seperti salah ketik dan kata tidak baku di beberapa halaman. Serta tidak dilengkapi indeks. Wallahu a'lam.