Senin, 30 September 2013

Rahasia di Balik 'Dapur' Kompas

Judul: Jurnalisme Kompas
Penulis: Yurnaldi
Penerbit: IV Media, Palembang
Terbitan: Pertama, April 2013
Tebal: XXII+154 halaman
ISBN: 978-602-17637-0-4
Dimuat di: RimaNews.com

Harapan Presiden Soekarno --melalui pemberian nama Kompas-- agar Harian Umum Kompas menjadi tempat mencari referensi, tempat memperoleh informasi duduk perkara dan memperoleh solusi, terwujud. Media cetak yang digawangi PK Ojong dan Jakob Oetama itu menjadi kiblat media massa Indonesia.

Banyak sekali media cetak yang menginginkan seperti Kompas, bahkan ada yang 'menjiplak' Kompas. Namun, media yang saat ini berusia 64 tahun itu tetap tidak tersaingi. Barangkali, meminjam istilah Dahlan Iskan, karena koran sudah menjadi Kompas.

Apa rahasia di balik 'dapur' Kompas? Resep apa yang Kompas gunakan sehingga orang yang lapan dan haus informasi menjatuhkan pilihannya pada Kompas? Bukankah banyak sekali media massa yang menyuguhkan menu berita yang sama? Tentu hal ini tidak lepas dari kelihaian para 'koki' dalam mengolah dan menyajikan informasi.

Yurnaldi, wartawan Kompas yang sudah 16 tahun mewarnai media massa itu dalam buku Jurnalisme Kompas membuka rahasia 'dapur' Kompas. Buku tersebut terbilang langka karena tidak banyak buku tentang success story Kompas. Buku itu bukan hanya perlu tapi harus dibaca oleh pengelola dan pekerja media massa yang mengimpikan seperti Kompas.

Rahasia keberhasilan Kompas menjadi salah satu media terbesar di Asia tidak bisa dilepaskan dari kekuatan tiga pilar utama. Jakob Oetama menjelaskan tiga pilar itu adalah kualitas wartawan, kemampuan media menggunakan kacamata lain dalam melihat peluang, serta kuatnya riset media (hlm. 38). Pengelola bisnis media yang menginginkan seperti Kompas harus memperhatikan tiga hal itu.

Pertama,Wartawan Kompas sebagai garda terdepan dalam memburu dan mencari berita dituntut bisa mengolah informasi secara menarik dan bermakna. Bermakna diartikan bagaimana sebuah berita tidak hanya sekedar direkam dan lalu diberitakan, tapi juga memberikan interpretasi, lewat pemberian makna atas kejadian itu sendiri (hlm. 104).

Tentu untuk menghasilkan liputan yang demikian tidak mudahdan setiap orang bisa, sehingga setiap wartawan Kompas wajib memiliki setidaknya 10 kompetensi teknis. Betapa tidak mudah untuk menjadi wartawandanmenjalankan tugas sebagai karyawan Kompas.

Kerja profesional diganjaar dengan gaji yang menggiurkan. Kompas termasuk salah satu media yang memberikan gaji besar. Yurnaldi bercerita, dalam setahun bisa menerima 18 kali gaji pokok. Selain gaji pokok, ada beberapa tunjangan yang jika dijumlah total tidak kalah lebih besar dari gaji bupati/wali kota. Lain lagi fasilitas dan bonos lainnya.

Kompas betul-betul memperhatikan kesejahteraan wartawan, karena hal itu erat kaitannya dengan kualitas berita. Independensi dan kekritisan wartawan yang menerima imbalan dari nara sumber kalaupun masih ada mulai akan terkikis, dan hal itu terhakadang terpaksa harus dilakukan karena antara biaya peliputan dan gaji yang diterima dari perusahaan tidak mencukupi.

Sebagai ilustrasi, sebagaimana Yurnaldi kutip dari hasil penelitian Wina Armada Sukardi pada tahun 2007 terhadap sekitar 600 responden wartawan, hanya sekitar 90 orang (15,40 %) wartawan yang gajinya di atas Rp. 3 juta. Yang bergaji Rp. 2,5 sampai Rp. 3 juta sebanyak 102 orang (17,47 %). Pada kisaran gaji Rp. 2 juta sampai Rp. 2,5 juta sebanyak 226 orang (21,58 %). Wartawan bergaji Rp. 1,5 juta sampai Rp. 2 juta sebanyak 103 orang (17,64 %). Bergaji Rp. 1 juta sampai Rp. 1,5 juta sebanyak 122 orang (20,89 %). Sedangkan yang bergaji di bawah Rp. 1 juta sebanyak 14 orang (7,02 %) [hlm. 4].

Tak heran jika setiap Peringatan Hari Pers Nasional yang jatuh pada tiap tanggal 8 Februari, wartawan selalu mempersoalkan kesejahteraan. Kalau wartawan masih berkutat dengan persoalan gaji, kapan pers akan melakukan kontrol secara maksimal.Wartawan Kompas sudah tidak lagi berbicara kesejahteraan.

Kedua, Rahasia keberhasilan Kompas karena mampu menggunakan kaca mata lain dalam melihat peristiwa. Tidak sedikit objek berita yang diturunkan Kompas juga turun di media lain, tapi di Kompas ada nuansa baru yang tidak tersentuh media lain.

Kita bisa bandingkan hasil liputan Kompas yang ditulis Yurnaldi tentang peluncuran buku biografi Titiek Puspa dengan media lain seperti Sinar Harapan dan media online www.kapanlagi.com (hlm. 78-85). Selain gaya bertutur yang lebih komunikatif dan naratif, ada banyak nilai lebih yang tidak tercatat di media lain.

Kemampuan Kompas melihat dari sudut pandang berbeda dari kebanyakan media, membuat media cetak tersebut tidak ketir tergerus oleh hadirnya media online. Tentu hal itu tidak lepas dari jurnalisme makna yang diterapkan.

Ketiga, semua orang mengacungi jembol liputan riset Kompas. Salah satu yang membedakan Kompas dengan hasil liputan media lain terletak pada kedalaman riset. Kompas tidak hanya memenuhi berita cover both side, tapi lebih dari itu: cover all side.

Riset-riset Kompas tidak sedikit yang berisi kritik atas kebijakan negeri ini. Namun, tidak membuat pihak-pihak tertentu merasa tersinggung apalagi sakit hati. Kompas berusaha menjauhi cara-cara kritik dengan menyakiti, sebaliknya membiarkan orang memperbaiki diri. Pedoman Kompas: Teguh dalam Persoalan, Tentur dalam Cara (hlm. 88).

Terlepas dari keberhasilan Kompas menjadi media besar yang disegani, tak ada gading tak retak. Dalam perjalanan Kompas selama 46 tahun, pasti mengalami jatuh bangun. Yurnaldi dalam buku tersebut tidak menyinggung sama sekali jatuh bangun Kompas sebelum besar seperti saat ini, atau setidaknya pengalaman pribadi yang kurang menyenangkan selama di Kompas, sehingga bisa diambil pelajaran oleh pekerja/pengelola media lain,dan setidak-tidaknya bisa diambil pelajaran oleh orang yang hendak jadi wartawan Kompas.

Namun, kehadiran buku tersebut perlu diapresiasi. Mahasiswa komunikasi, pekerja/pengelola, pemerhati media harus membaca buku itu. Kami tunggu buku seri jurnalistik wartawan hebat lainnya.

Jangan Pernah Menyerah

Judul: 12 Menit
Penulis: Oka Aurora
Penerbit: Noura (Mizan Grup)
Terbitan: Pertama, Mei 2013
Tebal: 343 halaman
ISBN: 978-602-7816-336
Dimuat di: Jawa Pos Radar Madura, Minggu 29 September 2013

Kesuksesan adalah imbalan atas jerih payah. Bukan pemberian cuma-cuma. Maka tak heran untuk menggapainya penuh kucuran keringat, air mata, bahkan darah. Jalan menuju kesukesan memang terkadang tidak mudah sehingga tak cukup hanya mengandalkan semangat, tapi juga butuh kesabaran.

Hal itu barangkali pengalaman pribadi Rene, pelatih Marching Band Bontang Pupuk Kaltim, untuk bisa mengenyam pendidikan di fakultas Music Education and Human Laerning di sebuah perguruan tinggi bergengsi di Amerika, dan bergabung dengan marching band tingkat internasional. Ia harus melewati masa-masa sulit untuk meraih cita-cita.

Karakter "keras" dan pantang menyerah dirinya dalam menggapai cita-cita ditularkan kepada para pemain marching band yang diasuhnya. Ia tak segan membentak, bahkan sudah menjadi "sarapan" para pemain tiap kali latihan. Tiga kali dalam seminggu. Hal itu demi juara Grand Prix Marching Band (GPMB), perhelatan terakbar marching band se-Indonesia.

Rene tak tanggung-tanggung dalam upaya meraih juara GPMB. Ia tak kenal kompromi dalam memberikan sanksi kepada pemain yang kurang serius dalam bermain. Ia tak peduli dengan alasan cobaan hidup yang datang silih berganti dan pergulatan batin beberapa tokoh pemain yang nyaris mustahil bisa terselesaikan sebagai alasan untuk bermalas-malasan. Yang ada dibenaknya, mereka harus selalu bersemangat untuk menyabet tropi. Apapun masalah yang dihadapi.

Lahang sang color guide, Tara yang bertugas memainkan snare drum, dan Elaine pemain biola adalah orang-orang yang selalu terkena sambaran kemarahan Rene. Dan mau tidak mau harus menerima hukuman. Hukumannya memang hanya membersihkan peralatan marching band dan pulang terlambat sesuai dengan keterlambatannya (hlm. 120). Tapi ocehannya membuat hati tersayat.

Ucapan-ucapan keras yang keluar dari mulut Rene bahkan sempat membuat Tara ingin keluar dari marching band. Tara tak lagi tertarik untuk jadi pemain inti marching band sekalipun perjuangannya untuk mengapai itu butuh waktu hampir setahun. Ocehan-ocehan Rene yang terkadang terlalu kasar hanya menambah sederet masalah yang dihadapi.

Sejak kecelakaan yang menewaskan bapaknya, Tara memang belum bisa beradaptasi sepenuhnya, apalagi pendengarannya sudah terganggu (hlm. 198-202). Ketika kangen bapaknya yang sudah tiada dan ibunya yang sedang menempuh studi di luar negeri, konsentrasinya pecah. Ketidakkonsentrasiannya dalam latihan selalu mengacaukan tim, sehingga Rene selalu mengomel pada Tara.

Namun, Tara bisa melewati masa-masa sulit tersebut berkat motivasi Oma, Opa, dan Rene sendiri. Tara yang sempat menghadap ke Rene untuk mengutarakan niatnya keluar dari marching band kini harus kembali lagi menghadap untuk membatalkan niatnya. Kata bijak Opanya yang melekat: kendaraan yang mogok ditanjakan harusnya bukan didorong sampai lewat tanjakan. Harusnya didorong sampai bengkel terdekat (hlm. 159). Artinya, potensi Tara bermain snare drum tidak cukup hanya diasah sampai jadi pemain inti. Tapi perlu terus diasah sampai menyabet juara.

Lain Tara, lain pula masalah Elaine. Josuke, ayah Elaine, sejak kecil menginginkan putrinya jadi ilmuwan. Marching band dianggap hanya hura-huara. Tapi apa boleh buat, Elaine setelah tumbuh besar terlanjur jatuh cinta pada marching band. Sekalipun sang bapak tak mengizinkannya, Elaine tetap bergabung dengan marching band. Ibunya adalah benteng pertahanannya dalam menghadapi sang ayah.

Sering datang terlambat ke tempat latihan dan menerima hukuman bukan beban berat bagi Elaine. Beban yang sangat besar ketika dihadapkan pada situasi harus memilih antara dua hal yang tak mungkin dia lakukan. Namun, Elaine tetap harus memilih antara mengikuti GPMB atau Olimpiade Fisika. Sementara jadwal persiapan olimpiade bersamaan dengan latihan, dan pelaksanaannya pun bersamaan pula (hlm. 154).

Tanpa memedulikan kemarahan bapaknya yang pasti kecewa besar kalau lebih memilih mengikuti GPMB, dan kekecewaan ibu kepala sekolah, Elaine lebih pemilih ke GPMB. Elaine menganggap lebih penting marching band demi kekompakan tim yang sudah dibina hampir satu tahun lamanya (hlm. 220-222).

Masalah yang dihadapi Lahang lebih rumit lagi. Lahang hampir mau pulang tidak mau mengikuti GPMB sekalipun sudah tiba di Jakarta karena bapaknya menghembuskan nafas terakhir. Ini merupakan kejadian kedua kalinya Lahang tidak bisa menyaksikan orang tersayangnya dicabut rohnya. Saat ibunya meninggal, Lahang juga tidak sedang di rumah.

Namun, Lahang membulatkan niatnya untuk mengikuti GPMB dan tidak jadi pulang. Pasalnya, Kalau Lahang pulang dia hanya akan menemui jenazah ayahnya yang sudah tidak ada yang bisa diperjuangkan kali. Namun, jika bertahan dia telah memperjuangkan dirinya. Jika nanti bawa pulang juara, perpisahan dengan bapaknya akan menjadi kenangan indah dan tentu bapaknya akan sangat bangga di sana (hlm. 319).

Ketekatan menghadapi masa-masa sulit terbalaskan. Sekalipun Tara bermain dalam keadaan pendengaran terbatas, Elaine bermain dengan penuh gejolak jiwa dan Lahang bermain dalam suasana duka, mereka bermain cukup serius, dan permainannya dinobatkan sebagai juara umum GPMB. Kenangan yang tak mungkin pernah terlupakan sepanjang hayat karena telah mengharumkan nama baik tempat lahirnya.

Perjuangan anak-anak muda yang tak takut meraih mimpi tersebut, Oka Aurora tulis sangat detail hingga gemericik bunyi drum dan nada terompet. Latar cerita Kalimantan Timur menambah pengetahun pembaca akan budaya dan tradisi Indonesia yang plural.

Namun, pembaca yang tidak bergelut dengan marching band dalam setiap lembarnya akan menemukan kosakata asing, istilah-istilah marching band, seperti rudiment, mallet, legato dan lain sebagainya. Tapi pada halaman akhir dilengkapi glosarium istilah-istilah tersebut. Vincero!

Minggu, 29 September 2013

Tetap Gaul Tanpa Pacaran

 Judul Buku: Udah Putusin Aja!
Penulis: Felix Y. Siauw
Penerbit: Mizania
Cet/Tahun : III, April 2013
Tebal : vii + 225 halaman
ISBN : 978-602-9397-99-4
Dimuat di: Koran Madura, Jumat 20 September 2013

Salah satu tren zaman modern dikalangan remaja adalah budaya pacaran. Budaya hubungan cinta kasih lawan jenis diluar nikah ini kini tak hanya menjadi tren pemuda yang hidup di kota, tapi juga pedesaan dan perkampungan.

Budaya pacaran mudah mengakar karena dikait-kaitkan dengan gaul tidaknya seseorang. Pemuda yang seumur-umur tak pernah mencicipi kehidupan pacaran dianggap kuno. Seakan “wajib” hukumnya pacaran untuk dikatakan anak gaul.

Banyak sekali motivasi remaja melakukan pacaran. Ada yang sekedar untuk dikatakan gaul. Namun, ada pula yang dimaksudkan sebagai cara yang digunakan oleh “calon pengantin” untuk saling mengenal lebih jauh dan mendalam tentang siapa dan bagaimana karakter calon pendamping hidup. Apakah dengan alasan sebagai ajang taaruf Islam membolehkan pacaran?

Islam tidak melarang pemeluknya untuk menjalin cinta kasih, bahkan sangat menganjurkan tapi harus disalurkan di jalan yang sah dan benar. Sehingga tak ada yang merasa dirugikan (hlm. 22). Rasulullah juga melarang umatnya untuk menikah dengan orang yang belum diketahui orangnya. Beliau menganjurkan umatnya untuk saling mengenal terlebih dahulu sebelum melangsungkan akad nikah. Tapi nabi bukan lantas memperbolehkan pacaran.

Sebelum memasuki pintu pernikahan, dalam Islam ada pertuangan (khitbah), bukan pacaran Islami. Sangat tidak pantas jika sepasang pemuda dan pemudi yang sedang dimabuk cinta berduaan di tempat yang sepi dikatakan pacaran Islami. Apalagi pacaran yang belum ada ikatan apa-apa antara kedua orang tua calon suami istri, yang sudah menjadi tunangan saja tidak diperbolehkan berduaan.

Apapun alasannya, pacaran tidak dibenarkan dalam Islam. Apalagi hampir tiap hari kita dijejali informasi pemudi ketahuan hamil akibat ulah pacaranya. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat angka kehamilan anak diluar nikah mengalami peningkatan. Untuk tahun 2012 terdapat 4,8 persen kehamilan terjadi pada anak usia 10 hingga 11 tahun. Sedangkan pada usia produktif usia 15 hingga 19 sebanyak 48,1 persen terutama pada usia 17 tahun.

Sementara masyarakat cenderung mencibir ketika memiliki tetangga yang hamil diluar nikah. Apakah demikian yang dikatakan gaul. Yang sudah terlanjut punya pacar, udah putusin aja!

Kehadiran buku Udah Putusin Aja sangat penting dibaca anak muda dan orang tua yang menginginkan putra-putrinya tetap gaul tapi tidak terjerumus ke jurang kemaksiatan. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari buku yang disampaikan dengan gaya bahasa remaja dan terkadang gaul.

Minggu, 08 September 2013

Menjadi Ibu Kreatif

Judul: Ibunda: Guru dan Sahabat Menuju Dewasa
Penulis: Maya Mar’atus Shalihah
Penerbit : Marja’ (Nuansa Cendekia Group)
Terbitan : Maret 2013
Tebal : 148 halaman
Dimuat di: era MADINA

Peranan seorang perempuan sangat vital dan penting. Sekalipun hanya bekerja di sektor domestik, peranannya tidak bisa disepelekan. Di balik kesuksesan seseorang selalu ada perempuan hebat yang mengiringi keberhasilannya. Bahkan, ada ungkapan perempuan adalah tiang negara yang akan menentukan masa depan sebuah bangsa.

Islam sendiri sangat menjunjung tinggi martabat perempuan. Ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW menghapus diskriminasi terhadap kaum hawa yang biasa dilakukan masyarakat jahiliyah. Telah bertebaran dalil-dalil dan praktik yang menunjukkan kemuliaan kedudukan perempuan. Menyitir satu dari banyak hadits tentang keutamaan perempuan, Rasulullah pernah mengeluarkan statement, “Surga berada di telapak kaki ibu”.

Dalam pandangan Islam, perempuan memiliki peran yang tidak ringan sekalipun hanya terbatas dalam rumah tangga. Istri sebagai mitra suami bertanggung jawab terhadap isi rumah pada saat suami tidak ada di rumah. Dan sebagai ibu bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan pendidikan anak. Masa depan anak sangat bergantung kepada peran ibu.

Inayah Khan mengungkapkan bahwa pengasuhan anak yang diserahkan kepada suami/ bapak hasilnya kurang memuaskan dibandingkan ibu. Pasalnya, seorang laki-laki sepanjang hidupnya hanyalah seorang anak, dan setiap anak selalu membutuhkan bantuan ibu (hal. 130). Dan hal itu tidak bisa dibantah karena ibulah yang dikenal pertama anak.

Dengan demikian, betapa vitalnya peranan seorang ibu. Ibu adalah guru pertama dan utama bagi anak, dan rumah adalah madrasah pertama. Ibu bukanlah seorang baby sitter, lebih dari itu ia adalah murabbiyah. Sehingga menjadi sebuah keharusan menguasai ilmu cara mendidik anak sehingga lahir tunas-tunas bangsa yang berkualitas. Dan untuk melahirkan anak yang saleh dan salehah seorang ibu harus kreatif.

Apa yang dimaksud ibu kreatif? Ibu kreatif adalah ibu sejati yang bisa melebur dengan dunia anak. Bisa mengetahui setiap perkembangan dan kebutuhan anak, serta mampu mengarahkan pada hal-hal yang positif agar menjadi karakter saat kelak dewasa.

Untuk mengoptimalkan peran ibu sejati yang kreatif perlu jalinan komunikasi yang efektif, yaitu memosisikan diri sebagai sahabat yang ada kalanya harus menjadi pembicara dan ada kalanya jadi pendengar. Juga supervisor yang tidak menakutkan. Dengan menjadi pendamping yang tidak mengekang, anak akan lebih mudah mengembangkan potensinya (hal. 55-60).

Seorang ibu kreatif akan mampu mendidik. Problematika pada anak pun tak jadi masalah, malah menjadi bahan pembelajran berharga. Ketika menghadapi anak yang sering berkata kasar atau berbohong misalnya, ibu sudah punya sejurus solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

Buku berjudul “Ibunda: Guru dan sahabat Menuju Dewasa” ini membedah bagaimana cara menjadi ibu yang kreatif yang tentunya disenangi anak. Ibu yang tak berlu mengeluarkan “vitamin C” alias cubitan untuk membujuk anak melakukan atau meningalkan sesuatu.

Bagi pasangan yang akan menikah, khususnya kaum hawa, selain perlu belajar tuntunan mengarungi keluarga sakinah juga harus belajar bagaimana cara mendidik anak secara modern dan islami. Pasalnya, pendidikan anak termasuk perbuatan yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Buku setebal 148 tersebut menguraikan hal tersebut, khususnya mendidik anak usia dini. Selamat menjadi ibu kreatif.

Kisah Sedih Pahlawan Devisa

Judul: Tentang Sedih di Victoria Park
Penulis: Fransisca Ria Susanti
Penerbit: Nuansa Cendekia, Bandung
Cetakan: I, Mei 2013
Tebal: 228 halaman
Dimuat di: Berita99

Sudah jatuh masih tertimpa tangga. Begitulah nasib yang dialami sebagian besar buruh migran Indonesia. Sudah berpisah dengan keluarga bahkan terkadang harus rela kehilangan orang yang dicintai, di negeri orang diperlakukan secara tidak manusiawi.

Seperti nasib yang dialami Tri, buruh migran yang bekerja di Hong Kong. Sebelum bekerja, oleh agen/penyalur sudah dipalak dengan biaya penempatan yang sangat besar. Saat bekerja, upah yang diterima tidak sesuai dengan UMK dan kerap diperlakukan tidak manusiawi. Setelah selesai masa kontrak dan pulang kampung untuk mengobati rindu, rasa rindu dibalas dengan kekecewaan: perceraian, karena suaminya sudah pindah hati.

Kita bahkan juga pemerintah tidak tahu, dan seakan-akan tidak mau tahu bagaimana kehidupan sehari-hari "Tri-Tri" yang lain di negeri orang. Pemerintah terkesan hanya peduli dengan devisanya. Kita juga hanya tahu kabar mereka melalui media massa ketika ada yang tewas. Hal itu sebenarnya puncak gunung es dari perlakuan kasar yang kerap diterima saban hari.

Fransisca Ria Susanti dalam buku Tentang Sedih di Victoria Park bercerita pengalamannya selama empat tahun hidup dengan buruh migran di negeri yang dianggap paling manusiawi memperlakukan tenaga kerja. Dalam buku setebal 228 juga disebutkan solusi yang harus dilakukan pemerintah jika berniat untuk mengakhiri kisah sedih para pahlawan devisa.

Rahasia Belajar Efektif dan Kreatif

Judul: 10 Rahasia Pembelajar Kreatif
Penulis: Khrisna Pabichara
Penerbit: Zaman, Jakarta
Terbitan: Pertama, 2013
Tebal: 192 halaman
ISBN: 978-979-024-343-9
Dimuat di:Koran Madura, 6 September 2013

Usaha dan kerja keras bisa sama, namun hasilnya belum tentu sama. Apakah Anda pernah bertanya kenapa teman Anda lebih berprestasi dari Anda, padahal usahanya sama, tempat belajarnya sama, gurunya sama, buku yang dibaca sama, bahkan makanan yang dikonsumsi juga sama. Bagi orang yang malas berfikir dengan mudah akan menyalahkan Tuhan. Sudah takdir dari sono-nya.

Saya ketika belajar di pesantren dulu punya teman sekamar yang juga masih tetangga. Minatnya sama dengan saya. Saat saya menekuni belajar baca kitab kuning dia juga menekuni hal yang sama. Pada saat saya menekuni belajar tulis-menulis dia juga belajar menulis. Namun dia lebih pintar dari saya walaupun guru, tempat belajar, media belajar, bahkan tempat tidur dan makanan yang dikonsumsi sama.

Masalah ini barangkali juga menimpa banyak orang di negeri ini. Saya terus bertanya, namun tidak kunjung mendapat jawaban yang memuaskan kecuali jawaban sudah takdir Allah. Padahal, Allah telah berfirman tidak akan mengubah nasib seseorang kecuali seseorang itu sendiri yang mengubahnya (QS Arra'du [13]: 11). Allah juga tidak memberikan balasan kecuali atas apa yang diusahakan (QS. An Najm [53]: 39).

Buku 10 Rahasia Pembelajar Kreatif memberikan jawaban yang sangat memuaskan. Ternyata ada yang berbeda antara saya dan teman saya dalam menjalankan proses sekalipun usahanya terlihat sama. Dia lebih sukses karena belajarnya lebih efektif dari saya. Rahasia belajar efektif perlu kita cari sehingga sekalipun usahanya tidak berdarah-darah hasilnya sama.

Menurut Khrisna Pabichara, ada 10 rahasia yang harus kuasai seorang pembelajar sehingga belajarnya lebih efektif dan kreatif. Dengan membaca buku setebal 192 terbitan Zaman itu, Anda akan menemukan rahasianya. Belajar Anda dijamin lebih menyenangkan jika bisa menerapkan rahasia-rahasia belajar tersebut.

Bongkar
Cara belajar saya selama ini, mungkin juga Anda, ternyata ada yang salah. Hal itu membuat saya kewalahan menyaingi teman saya tadi. Kebiasaan itu perlu dibongkar dan dibuang karena hanya menghambat menuju pintu kesuksesan.

Kesalahan yang saya lakukan, sebelum belajar tidak beruasaha menemukan karakter belajar. Hanya bermodalkan kemauan dan kerja keras saja ternyata tidak cukup. Pembelajar harus menemuk karakter sebelum memulai belajar. Pembelajar harus bisa memetakan kekuatan yang menodong kesuksesan dan kelemahan yang menghambat kesuksesan. Dengan menemukan karakter belajar, pembelajar akan lebih mudah mencari jalan keluar untuk sukses (hlm. 22).

Lagi, tidak menyusun rencana belajar. Karena tidak punya rencana belajar keberhasilan yang diraih tidak terukur. Mestinya, sebelum belajar merancang tujuan dan waktu (hlm. 69-72) dan strategi belajar (hlm. 73-76). Dengan demikian, keberhasilan yang telah diraih bisa dievaluasi.

Namun, seorang pembelajar tidak cukup hanya menemukan karakter, semangat dan menyusun rencana belajar untuk mencapai keberhasilan. Tiga rahasia tersebut hanya syarat yang harus dipenuhi sebelum belajar. Untuk meraih kesuksesan juga harus menguasai rahasia saat belajar.

Seorang pembelajar harus memanfaatkan potensi yang telah Allah berikan saat belajar. Mulut digunakan untuk membaca dan bertanya, telinga digunakan untuk mendengar, tangan digunakan untuk menulis, dan otak digunakan untuk berfikir.

Saya telah menggunakan potensi tersebut saat belajar baca kitab kuning dan belajar menulis. Tapi ternyata tidak cukup hanya sekedar membaca, mendengar, menulis dan berfikir. Itulah yang membuat saya selalu terbelakang ketimbang teman tadi.

Anda yang ingin mengetahui rahasia agar membaca, menyimak, menulis, dan berfikir lebih efektif cukup membaca buku tersebut. Isilah kuesioner yang disediakan penulis untuk mengetahui posisi Anda, dan temukan rahasianya untuk lebih mudah menggapai kesuksesan. Selamat belajar efektif!