Rabu, 21 September 2016

Mereka yang Layak Jadi Abdi Negara

Judul : 7 Lapis Kekuatan Diri
Penulis : Achmad Chodjim
Penerbit : Baca
Terbitan : Pertama, Juni 2016
Tebal : 244 halaman
ISBN : 978-602-74353-2-2
Dimuat di: Malang Post, 3 September 2016

Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selalu dinanti dan disambut antusias. Pendaftarnya tidak pernah sepi. Namun, semangat menjadi abdi negara saat mendaftar tidak bertahan lama. Setelah dinyatakan lulus semangatnya luntur. Akibatnya, masih sering dijumpai PNS tidak disiplin.

Orang-orang seperti apa yang layak menjadi abdi negara? Buku 7 Lapis Kekuatan Diri bisa menjadi panduan alternatif bagi panitia seleksi rekrutmen abdi negara untuk mengenal potensi tubuh lahir-batin orang, sehingga tidak salah memilih calon abdi negara.

Achmad Chodjim mengawali pemaparannya dengan menyebut lapisan-lapisan diri manusia. Mengutip hadis qudsi, lapisan terluar dalam diri manusia badan jasmani yang di dalamnya terdapat badan sadar, dalam kesadaran ada qalb, dalam qalb ada fuad, dalam fuad ada syaghaf, dalam syaghaf ada lub, dalam lub ada sir.

Badan jasmani tempat nafs al-amarah. Chodjim mengilustrasikan cara kerja nafsu ini seperti seorang anak yang masih berumur kurang dari 2 tahun kencing, maka ia akan kencing sembarangan. Jika tak ada orang yang mendidik, maka saat birahinya timbul, pasti akan disalurkan sembarangan. Inilah wilayah anak-anak berumur 1-6 tahun.

Dalam konteks pemerintahan, bila abdi negara dikuasai oleh badan sadarnya, maka operasional kerjanya berdasarkan emosi dan insting. Akibat terlewatinya masa pelatihan dan pendidikan badan sadar, sekalipun sudah dewasa dan menjadi pemimpin masih bersikap seperti kanak-kanak (hlm. 61-62).

Badan kedua adalah wilayah remaja yang berumur 7-12 rahun. Badan ketiga adalah wilayah remaja berumur 13-18 tahun. Pendidikan seseorang yang hanya sampai badan sadar (makrifat Jawa: bumi kalbu) hanya ikut-ikutan dalam hidup, hanya main klaim kebenaran. Jika berhenti pada badan qalb (makrifat Jawa: bumi jantung) hidupnya akan didominasi oleh emosi (hlm. 124).

Menurut Chodjim, sudah seharusnya mereka yang berada di pemerintahan minimal adalah orang yang kelasnya sudah hidup di badan lub (makrifat Jawa: bumi sukma). Kalau terlalu banyak yang di bawah dimensi bumi lub, isinya orang-orang yang hanya emosi. Sifat abdi negara sebagai pelayan tidak ada (hlm. 195).

Uraian lapisan-lapisan diri manusia dalam buku setebal 244 halaman ini diulas dengan referensi dan ilustrasi yang begitu kaya. Pada tiap akhir bab penulis menyertakan jenis olahraga yang dapat meningkatkan potensi tubuh hingga mencapai puncak.

Selasa, 06 September 2016

Mengenalkan Bahaya LGBT pada Remaja

Judul : Lo Gue Butuh Tau LGBT
Penulis : Sinyo
Penerbit : Gema Insani
Terbitan : Pertama, April 2016
Tebal : 124 halaman
ISBN : 978-602-250-303-3
Dimuat di: Majalah Puspa, Edisi 68 September 2016

Sebelum buku Lo Gue Butuh Tau LGBT (Gema Insani, 2016), Sinyo telah menerbitkan Anakku Bertanya tentang LGBT (Quanta, 2014). Buku kedua terbit sebelum Indonesia gempar dengan pemberitaan seputar LGBT pada tahun 2015, sedangkan yang pertama setelahnya. Tentu materi yang disampaikan berbeda.

Dari pemilihan judul pembaca bisa mereka-reka sasaran dua buku itu. Sasaran pembaca buku kedua adalah orangtua. Sedangkan buku pertama menyasar kalangan remaja sehingga penyajiannya disesuaikan dengan karakter usia anak awal baligh.

Sinyo dalam beberapa bukunya membuka tiap awal bab dengan sebuah cerita. Demikian juga dalam buku Lo Gue Butuh Tau LGBT. Melalui tokoh Bintang, penulis mengenalkan macam-macam orientasi seksual pada bab pertama.

Secara fitrah manusia memiliki orientasi seksual heteroseksual, yaitu ketertarikan seksual kepada lawan jenis. Berbagai macam orientasi seksual timbul karena ada banyak faktor yang memengaruhi, mulai dari kondisi psikologis hingga faktor lingkungan tempat tinggal. Dalam konteks Bintang karena trauma dengan laki-laki (hlm. 14).

Remaja yang notabene masih dalam pencarian jati diri dan menyukai sesuatu yang baru rentan mengalami perubahan orientasi seksual. Dalam kasus cerita Reza, ketertarikannya pada sesama jenis bermula dari penasaran akan barang baru, yaitu mengunduh aplikasi gay berdasarkan temannya (hlm. 74).

Cara orang tua menjaga fitrah anak dari perubahan orientasi seksual: pertama, dengan menjadi panutan yang baik bagi anak-anak. Sebab, perubahan orientasi seksual sangat dipengaruhi oleh salah panutan. Dalam kasus Lili, ketertarikannya pada sesama jenis bermula dari perhatian yang didapat dari temannya yang ternyata tertarik pada sesama jenis (hlm. 28).

Untuk mengatasi kondisi keluarga yang tidak lengkap, misal ayah atau ibu sudah meninggal atau bercerai, hal itu bisa diatasi dengan mengambil panutan dari keluarga terdekat seperti kakek dan paman. Kalau tidak ada carilah tetangga atau guru yang baik untuk dijadikan panutan (hlm. 76-77).

Kedua, pertegas identitas dan karakter anak. Caranya dengan memberikan pakaian dan mainan yang sesuai dengan jenis kelamin. Sah-sah saja orang tua memperkenalkan berbagai macam mainan dan permainan, namun jika sudah menyangkut kesukaan dan karakter, orang tua harus menegaskan perdebatan laki-laki dan perempuan (hlm. 80).

Ketiga, menjaga anak dari pelecehan dan kekerasan seksual. Perubahan orientasi seksual terkadang disebabkan trauma terhadap lawan jenis. Sementara Indonesia saat ini sedang darurat pelecehan seksual, sehingga orangtua perlu meningkatkan kewaspadaan.

Keempat, faktur lingkungan juga sangat mempengaruhi. Termasuk dalam konteks ini adalah media (hlm. 77). Anak-anak harus dijauhkan dari pergaulan tidak baik dan pornografi serta pornoaksi sejak ini.

Mari segera periksa anak kita untuk memastikan terhindar dari virus LGBT. Caranya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada bagian akhir buku ini. Yang sangat penting dari buku ini Sinyo memberikan suplemen deteksi dini orientasi seksual.(MK)