Minggu, 31 Maret 2013

Jurnalisme Agamaku, Bill Covach Imamku

Judul: 'Agama' Saya Adalah Jurnalisme
Penulis: Andreas Harsono
Penerbit: Kanisius
Terbitan: 2010
Tebal: 268 halaman

Saya pernah sekantor dengan seorang wartawan yang sudah 20 menjadi kuli tinta. Pengalamannya dititi mulai dari wartawan koran lokal hingga media online kantor berita negara, dari reporter hingga editor. Saya banyak menimba ilmu dan pengalaman jurnalalistik darinya.

Selama bersama-sebelum ia mengundurkan diri jadi redaktur karena tidak mampu kerja malam hari-di ruang redaksi, ia sering mengeluhkan karya jurnalistik wartawan. Keluhan yang sering diungkapkan adalah lemahnya verifikasi.

Padahal, verifikasi inti dari jurnalisme. Dan ini, kata Bill Kovach saat berkunjung ke Indonesia, kelemahan kebanyakan media di Indonesia (hlm. 140).

Selain itu, wartawan di lapangan males untuk melakukan konfirmasi sehingga beritanya tidak berimbang. Ia sering marah dan matanya sampai memerah ketika menerima berita tentang kejahatan yang hanya bersumber dari nara sumber tunggal.

"Kalau wartawan menulis berita seperti ini terus, nanti kantor redaksi bisa didemo orang, karena beritanya tidak memberikan hak jawab kepada pihak tertuduh," katanya.

Disela-sela makan malam, ia menuturkan pengalaman selama 20 tahun bekerja di media. Katanya, ia tidak pernah menurunkan berita tanpa konfirmasi, apalagi terkait dengan dugaan kasus yang mencemarkan nama baik seseorang maupun instituti tertentu. Menurutnya, berita yang tidak berimbang dosanya lebih besar dari dosa orang tidak melaksanakan perintah ibadah.

"Saya sering bolos sholat dan banyak dosa, tapi tak pernah berdosa karena menyakiti orang lain gara-gara berita yang tidak berimbang," ucapnya.

Logika yang ia gunakan, kalau tidak melaksanakan ibadah, dosanya hanya kepada Tuhan dan lebih mudah untuk diampuni karena Tuhan Maha Pengasih. Tapi kalau menyakiti seseorang, dosanya selain kepada Tuhan juga kepada yang bersangkutan dan lebih sulit untuk dimaafkan.

Kala itu, saya tidak sempat bertanya lebih jauh kenapa matanya sampai memerah cuma karena karya jurnalalistik yang kurang berkualitas. Setelah membaca 'Agama' Saya Adalah Jurnalisme, saya menduga, mungkin menurut dia itu bagian dari hani mungkar, karena tujuan dari media massa adalah amar ma'ruf (menyampaikan kebenaran). Dan ketika melihat kemungkaran berupa berita yang tidak bermutu, ia menunjukkan kegeramannya.

Menurut Bill Kovach dan Tom Rosentiel, elemen pertama dari sembilan elemen jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran fungsional, bukan kebenaran filosofis (hlm 16-17).

Kebenaran fungsional sendiri diperoleh melalui metode yang objektif. Kovach kembali menegaskan, objektif yang didefinisikan dengan liputan berimbang (balance), tidak berat sebelah (fairness) dan akurat bukan tujuan utama. Keseimbangan bisa menimbulkan distorsi bila dianggap sebagai tujuan (hlm 22).

Andreas Harsono mengutip lima konsep verifikasi Bill Kovach dan Tom Rosentiel, yaitu menyunting secara skeptis, memeriksa akurasi, jangan berasumsi, dan mengecek fakta (23). Dengan metode demikian, informasi yang disampaikan benar dan terhindar dari gugatan karena dianggap merugikan orang dan instituti tertentu.

***

Bill Kovach adalah jurnalis senior Amerika Serikat yang berhasil mengelola Atlanta Journal-Constitution memperoleh dua Pulitzer Prize, pengharagaan nomor satu dalam jurnalisme Amerika. Diantara ribuan wartawan Indonesia, hanya Goenawan Muhammad (Tempo) Andreas Harsono (Pantau), dan Ratih Hardjono (Kompas) yang berguru langsung kepadanya.

Independensi Kovach tidak perlu diragukan lagi. Guenawan Muhammad mengatakan gurunya itu orang yang sulit dicari kesalahannya. Jakob Oetama orang nomor satu di Kompas Gramedia, Dahlan Iskan bos Jawa Pos Grup dan Hary Tanosoedibjo pemilik MNC Grup mengaku kagum pada Kovach. Semua wartawan dan pemerhati media seyogyanya bermazhab pada Kovach.

Jika Anda belum memiliki kesempatan berguru langsung di Nieman Foundation for Jurnalism di Universitas Harvard, Anda bisa memulai berguru dari karyanya dan pengalaman murid-muridnya, seperti buku 'Agama' Saya Adalah Jurnalisme.

Dalam buku itu, murid Bill Kovach, Andreas Harsono, menuliskan pengalamannya bersama Bill Kovach yang dihimpun dalam empat bab tema, yaitu laku wartawan, penulisan, dinamika ruang redaksi dan liputan. Wallahu a'lam.

Minggu, 24 Maret 2013

Terapi Qur'ani untuk Kesehatan

Data Pustaka:
Judul: Lantunan Qur'an untuk Penyembuhan
Penulis: Ir. Abd. Daim al-Kaheel
Penerbit: Pustaka Pesantren, Yogyakarta
Terbit: Pertama, Agustus 2012.
Tebal: 226 halaman

Rasalullah menyebut wahyu yang diturunkan padanya dengan asy-syifa' (obat). Sejak 14 abad lalu Al Qur'an telah terbukti dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik penyakit psikis maupun biologis.

Namun, karena teknologi kedokteran belum secanggih saat ini, ungkapan Al Qur'an dapat dijadikan terapi untuk menyembuhkan penyakit belum bisa dibuktikan secara ilmiah-medis. Umat terdahulu (assabiqun al-awwalun) menerima begitu saja ungkapan tersebut dan mempraktikkan tanpa mempertanyakan apalagi membantahnya. Mereka cukup percaya dengan orang yang menyampaikan.

Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi kedokteran, kebenaran Al Qur'an dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dapat dibuktikan secara ilmiah. Salah satu buku yang mengungkapkan hal tersebut Lantunan Qur'an untuk Penyembuhan. Dalam buku terebut, Ir. Abd. Daim al-Kaheel menjelaskan, Al Qur'an dapat menyembuhkan penyakit psikis seperti depresi dan skizofrenia, dan penyakit biologis seperti kanker dan lepra.

Dengan bahasa yang sederhana, namun tanpa kehilangan kedalamannya, penulis menceritakan pengalaman pribadinya yang menderita penyakit menahun, maag dan sakit punggung, dan beberapa penderita penyakit lain yang melakukan pengobatan dengan terapi Qur'ani, serta dikokohkan hasil penelitian sejumlah peneliti terkemuka dari Barat. Terapi penyembuhan berbagai penyakit yang penulis lakukan cukup sederhana, setiap hari mendengarkan lantunan ayat-ayat Al Qur'an secara rutin. Ia bercerita, dalam sehari tak kurang dari 10 hingga 15 jam mendengarkan Al Qur'an. Dalam beberapa bulan, efek lantunan ayat yang didengar mulai terasa dan dalam tiga tahun sembuh total (hlm. 124-126).

Sound Healing
Mungkin diantara kita ada yang belum yakin jika suara dapat menyembuhkan penyakit. Ketahuilah, di Barat, pengobatan tak lagi bergantung pada pengobatan kimiawi. Selain mahal, pengobatan tersebut tidak sepenuhnya aman.

Dr. Mark Noble mengatakan, obat kanker kimia membunuh sekitar 70-100 persen sel sehat. Sementara sel kanker yang terbunuh hanya sekitar 40-80 persen (hlm. 49). Artinya, pengobatan kimia lebih besar dampak negatif (mafsadat) ketimbang dampak positifnya (maslahat).

Peneliti mencoba mencari obat alternatif yang lebih aman. Salah satu hasil penelitian menemukan pengobatan menggunakan suara (sound healing).

Pengobatan ini didasarkan pada sel yang merupakan unit paling dasar bagi angggota tubuh setiap saat mengalami getaran. Getaran sel dapat terpengaruh oleh berbagai macam getaran, seperti gelombang suara.

Suara yang masuk melalui telinga, berjalan melalui saraf pendengaran dengan panduan selaput pendengaran dalam otak, direspon oleh setiap sel dalam anggota tubuh. Suara inilah yang dapat mengubah penyimpanan getaran sel yang menyebabkan sakit (29-30).

Gelombang suara yang mempengaruhi kesegaran sel yang dapat meyehatkan tubuh sangat bergantung pada jenis suara yang didengar. Hanya suara-suara yang indah yang dapat mempengaruhi vitalitas sel.

Fabien Maman dan Joel Stemheimer pada tahun 1974 melakukan penelitian dengan memperdengarkan berbagai macam suara pada sel darah dari tubuh yang sehat. Ilmuwan sekaligus musisi tersebut menemukan bahwa setiap irama musik berpengaruh terhadap medan elektromagnetik dalam sel tubuh sesuai dengan suara yang didengar (hlm 32-34). Kata-kata yang indah dapat menyegarkan sel, dan sebaliknya, kata-kata kotor dan keji dapat meledakkan sel dan menyebabkan sakit.

Kita telah tahu bersama, Al Qur'an memiliki keserasian yang sempurna pada setiap kata dan hurufnya, keseimbangan dan keserasian irama, dan penuh dengan makna (hlm 53-58). Sebagai orang yang beriman, alangkah baiknya kita menjaga dan mengobati penyakit dengan firman Allah yang tak memiliki efek samping dan tak perlu bayar

Koran Madura, 22 Maret 2013