Senin, 31 Agustus 2009

Fatwa haram bukan solusi

Membuat kebijakan sana haram sini haram sangat gampang. Apa yang membuat sulit? tinggal mengetuk palu sudah, sekalipun tidak punya solusi yang cerdas untuk memberantasnya.

Majlis Ulama' Indonesia (MUI) telah membuat banyak keputusan tentang fatwa haram, mulai dari fatwa golput, rokok, facebook, tayangan the master, hingga mengemis. Keputusan tersebut tidak memberi solusi yang cerdas, kalau memang serius memberantas hal itu kenapa hanya sebatas perkataan (menetapkan keputusan) tanpa aksi yang kongkrit. Rokok haram, kenapa MUI tidak memberi solusi penghasilan lain kepada para petani untuk tetap bertahan hidup selain tembakau, mengemis haram, kenapa tidak memberi lapangan pekerjaan yang cukup untuk pengangguran, berankah fatwanya haram?

Selain itu MUI hanya membuat keputusan yang ada kaitannya dengan rakyat kecil yang tidak terlalu berpengaruh, sedangkan yang berhubungan dengan “orang besar” dibiarkan begitu saja sekalipun merugikan negara dan orang banyak. Seperti yang disebutkan Saratri Wilonoyudho, kita tidak pernah mendengar MUI mengeluarkan fatwa yang mengharamkan DPR membolos (Jawa Pos. Kamis, 27 Agustus 2009 ), padahal lebih merugikan daripada orang yang hanya main facebook dan pengamin.

Dalam menetakan sesuatu jangan terlalu gegabah, kalau hanya menyangkut hubungan makhluk dan kholiq jangan sampai difatwakan karena selain itu dalam literatus klasik banyak yang hal-hal yang haram selain itu. Kalau sudah meyengkut orang banyak perlu ditetapkan haram, karena yang dirugikan bukan hanya satu dua orang melainkan menyangkut semua umat manusia.

(Maha)siswa dan krisis budaya menulis

“Menulislah. Selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang dari dalam masyarakat dan dari pusaran sejarah” (Pramoedya Ananta Toer).

Begitulah kata-kata Pramoedya Ananta Toer. Karena dengan menulis berarti ia telah menyisakaan kenangan yang cukup kepada masa yang akan datang. Seorang penulis akan hidup selamanya walaupun jasadnya telah tiada, selama karya-karyanya masih bisa dibaca dan dimanfaatkan oleh orang lain.

Kalau menghitung keuntungan, menjadi penulis sangat beruntung, karena seorang penulis mendapatkan beberapa keuntungan yang diperoleh secara ganda. Dari segi finansial, seorang penulis yang rajin menulis dan sering dipublikasikan di media-media (cetak atau eletronik), dengan sendirinya akan mendapatkan honor dari media tersebut tanpa harus diminta dan dipaksa. Itulah pendek kata dari keuntungan yang diperoleh seorang penulis yang bersifat finansial. Sekedar menyebut contoh, Habiburrahman El Shirazy lewat buku mega bestseller-nya, Ayat-Ayat Cinta (AAC), telah menerima Rp 1,5 miliar untuk ratusan ribu buku yang terjual kurang dari empat tahun. Lain lagi dengan, Mohammad Fauzil Adhim dengan bukunya Kupinang Engkau dengan Hamdalah, yang telah terjual 100.000 eksemplar. Ada kabar, beliau mendatangkan royalti antara Rp 15 juta - Rp 25 juta per bulan (http://opinibebas.epajak.org), dan masih banyak keuntungan lain yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat duniawi.

Sedangkan keuntungan yang bersifat ukhrawi (akhirat), dengan menulis dan rajin mengirimkan naskah ke media atau penerbit lalu dimuat, secara tidak langsung telah mengajar dan menularkan ilmu kepada orang banyak dalam waktu sekejap tanpa harus mendatangi mereka satu persatu. Tanpa disadari dan tidak langsung, sang penulis mendapatkan pahala dari pembaca tanpa mengetahui dan mengenal orangnya. Sebagai perbandingan saja, kalau para syuhada’ sudah dijamin masuk surga karena membela diri supaya badannya terlindungi, apalagi dengan penulis yang tidak kalah dengan para syuhada’ dalam berjuang, yaitu melawan kebodohan.

Kalau mengaca kepada tulisan diatas, sangat mudah menjadi orang kaya tanpa harus banting tulang sana sini, cukup dengan mengandalkan otak, buku dan pena (komputer/laptop) untuk menuangkan gagasan, juga sangat mudah untuk masuk surga tanpa harus repot-repot bangun malam dan memperbanyak ibadah. Sebagaimana penulis sebutkan, dengan menulis dan orang membaca tulisan kita, secara tidak langsung penulis mendapatkan pahala yang tidak kalah dengan orang yang rajin dan istiqamah ibadah setiap hari dan malamnya. Menghilangkan kebodohan orang lain untuk menjadi orang baik, menurut penulis lebih baik daripada hanya ibadah, tanpa memerhatikan nasib generasi yang akan datang.

Tapi, saat ini sekalipun universitas dan sekolah bertambah dan bertebarak ke pelosok-pelosok, (maha)siswa yang rajin menulis masih sangat minim ketimbang melonjaknya jumlah (maha)siswa saat ini. Padahal kalau diukur dengan mahasiwa era sembilan puluh-an, dizaman melenium ketiga ini sudah tidak ada hambatan lagi untuk menulis, saat ini pers sudah terbuka lebar untuk seluruh umat manusia yang berminat untuk menyampaikan gagasan, menularkan ilmu dan sheering dengan orang lain, ditambah lagi dengan fasilitas yang sangat memadai. Berbeda dengan era sembilan puluh-an yang harus berjuang mati-matian untuk menyampaikan gagsannya melawan pemerintahan yang otoriter.

Sebagai ajang untuk permulaan belajar, saat ini sudah ada mesin ketik/komputer yang sanagt mudah didapatkan, internet dan blog yang diberikan secara cuma-cuma (gratis), sebagai contoh di lingkungan PP. Annuqayah Guluk-Guluk: Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah (STIKA) punya Jurnal FAJAR, MA 1 Annuqayah punya Majalah PENTAS, SMA 1 Annuqayah punya Majalah TAFAKKUR, MA Tahfidh Annuqayah punya Majalah INFITAH, Pemerintah Daerah Sumenep punya Tabloin INFO Sumenep, DPRD Sumenep punya Jurnal PARLEMEN. Di Institut Teknologi Bandung (ITB) terdapat 32 jurnal ilmiyah, bahkan ada yang sampai bertaraf internasional. Universitas indonesia menelola 34 jurnal ilmiyah (Kompas 12 Agustus 2009). Masih kurang apalagi untuk memulai menulis.

Sekarang yang perlu menjadi PR bersama, bagaimana untuk membudayakan dunia tulis menulis. Untuk tahap awal dan percobaan, bisa meniru negara tetangga seperti yang terjadi di Jepang, terdapat kewajiban bagi mahasiswa program doktoral untuk mempublikasikan karyanya ke jurnal ilmiyah minimal dua kali sebagai syarat untuk sidang doktoralnya. (Kompas 11 Agustus 2009) Wallahu a'lam.

Rakyat kecil hanya diberi impian sekolah gratis

Akhir-akhir ini wali para siswa dan mahasiswa direpotkan dengan persiapan putra-putrinya untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi, mulai dari pemilihan sekolah yang dipandang layak sampai biaya pendidikan yang tidak begitu memberatkan.

Orang tua (baca:wali) yang ekonominya menengah keatas berduyun-duyun memilihkan sekolah untuk masuk sekolah faforit, yang identik dengan biaya pendidikan yang mahal, berangkat dari kesadaran mereka, bahwa suramadu akan membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat madura, sehingga anak-anak (baca:siswa dan mahasiswa) sebagai generasi bangsa harus betul-betul dipersiapkan sejak saat ini untuk menjawab problem dan tantangan yang semakin komplek dimasa yang akan datang.

Bagi orang tua yang ekonominya menengah keatas tidak ada persoalan dengan biaya pendidikan yang mahal, karena ada penghasilan yang bisa dicadangkan untuk membiayai sekolah anaknya. Tapi permasalan yang harus diperihatinkan adalah orang tua yang dalam kesehariannya hidup serba pas-pasan, sehingga bingung anaknya harus masuk sekolah apa? Karena tidak ada yang dapat diandalkan kecuali hanya anganan dan hayalan belaka, supaya anaknya mendapatkan sekolah yang layak dan dapat mengantarkan kepada cita-cita masa depannya sehingga menjadi orang yang sukses, sebagaimana teman-teman lain yang mendapatkan pendidikan yang cukup.

Sekolah favorit dalam menyeleksi siswa bukan hanya melihat dari kecerdasan intelektual yang dimiliki calon siswa baru, secara tidak langsung, faktor ekonomi juga menjadi terseleksi dengan sendirinya, karena siswa yang memiliki uang yang kurang cukup tidak mungkin melanjutkan sekolah.

Sekalipun ada beasiswa yang disubsidi sekolah atau pemerintah, beasiswa hanya menguntungkan segelimtir orang saja yang belum tentu berangkat dari keluarga yang tidak mampu, walaupun sama-sama memiliki kemampuan yang lebih. Bahkan beasiswa mudah didapatkan dengan hanya menyempaikan permohonan beasiswa yang disertai dengan surat keterangan tidak mampu sekalipun tidak memiliki skil dan kemampuan yang memadai.

Ketika hal itu terjadi, bagaimana dengan nasib siswa yang tidak terdeteksi memiliki skil dan kemampuan yang bisa diandalkan tapi ia tidak mendapatkan pendidikan yang layak karena faktor ekonomi yang tidak cukup, Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap PR ini? Orang tua sebagai pengayom sudah tidak mampu lagi untuk membiayai pendidikannya, karena kehidupan yang menghimpit serba pas-pasan, makanan untuk besok, hari ini belum ada persediaan apalagi untuk biaya sekolah yang mahal.

Rakyat kecil jangan hanya saja diberi impian dan harapan dengan biaya sekolah yang gratis, tapi faktanya dilapangan para siswa masih ditarik uang buku dan lain sebagainya seperti yang dialami oleh Jamal dan Ijah (warga sukamulya, ciputat timur, kota tangerang selatan, banten) Kompas 24 juli 2009.

Orang tua sangat bangga dengan kabar sekolah gratis, tapi setelah mereka mengetahui, yang gratis hanya SPP, kepedihan yang menimpanya lebih berat lagi dan mereka sangat kecewa dengan kabar sekolah gratis.

Ramadhan bulan intropeksi diri

Bulan suci ramadhan adalah bulan yang paling istemewa diantara bulan-bulan yang lain, pada bulan yang istimewa ini terdapat malam yang sangat dahsyat, bulan yang lebih baik dari pada seribu bulan yaitu malam lailatul qadar.

Selain itu, di bulan ramadhan ini banyak momen-momen penting yang diturunkan Allah pada bulan itu seperti malam nuzulul qur’an, pada bulan itu juga terdapat ritual-ritual ibadah yang tidak bisa dikerjakan pada bulan-bulan yang lain, seperti sholat tarawih.

Untuk mempersiapkan diri menghadapi bulan yang penuh dengan keistimewaan, perlu kiranya intropeksi (muhasabah) diri terhadap perbuatan-perbuatan yang selama ini dikerjakan, apalagi kita umat islam baru saja “mengganti” buku catatan amal. Puasa yang akan dilaksanakan harus lebih baik dan sempurna dari pada bulan ramadhan yang tahun lalu.

Tapi, kenyataannya sangat sedikit sekali orang yang intropeksi dengan amal perbuatan yang telah dikerjakan selama ini, sehingga tidak siap untuk melaksanakan ibadah puasa untuk lebih baik dari yang tahun kemaren.

Karena belum siap melaksanakan puasa, bulan yang penuh keistimewaan ini dilewatkan begitu saja dengan perbuatan-perbuatan yang kurang manfaat. Sehingga ia termasuk orang yang rugi karena hari ini tidak bisa lebih baik dari pada hari kemaren.

Yang lebih parah lagi, karena belum sadar untuk mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah puasa, lembaga-lembaga prostitusi, korupsi, dan dosa-dosa sosial yang lain tetap saja berjalan dengan lancar. Sehingga untuk lelakukan kesadaran dan penertiban harus melibatkan pemerintah selaku penegak hukum, karena dengan penegakan hukum, sekalipun terpaksa mereka bisa insaf sekalipun hanya dalam waktu sekejap.

Bukan lantas membasmi tempat-tempat maksiat dengan bom bunuh diri atas nama agama tertentu, karena mengatasi masalah dengan seperti itu bukan mengatasi masalah, tapi menambah masalah. Kalau diantara kita melihat lembaga-lembaga perbuatan yang bertentangan dengan UUD Negara/islam, bukan lantas mencegah dengan tangan kita sendiri, tapi sampaikanlah ke pihak terkait untuk membasmi hal tersebut.

Pemerintah saat ini pada satu sisi sudah mulai membaik, karena mulai peka dengan perbuatan-perbuatan maksiat yang merugikan orang banyak (korupsi dan prostitusi), apalagi menghadapi bulan suci ramadhan ini. Senantiasalah membasmi tempat dan orang-orang yang merugikan negara dan masyarakat.

Jilbab, antara tren dan aurat

Segala sesuatu yang mengandung maslahat (manfaat) dan atau yang lebih banyak maslahat (manfaat)nya tidak berlebihan jika diperintahkan untuk dikerjakaan, baik dalam bentuk wajib atau sunah. Begitu juga sebaliknya, sesuatu yang mengandung mafsadat (mudharat) atau yang lebih banyak mafsadatnya (mudharat) tidak berlebihan jika diperintahkan untuk ditinggalkan dan menjahui, dalam bentuk makruh atau haram.

Kalau diukur, antara maslahat dan mafsadatnya, memakai jilbab tentunya lebih banyak mengandung maslahat dari pada mafsadtnya, maka islam mewajibkan umatnya untuk memakai jilbab untuk menjaga perempuan dari peruatan-perbuatan yang tidak diinginkannya.

Allah menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) dari jenis yang sama, sehingga masing-masing darinya mendapatkan hak dan kewajiban yang sama, yaitu beribadah kepada Allah sebagai Tuhan yang harus disembah dan dihadapan Tuhan derajatnya sama kecuali taqwa yang membedakannya, “sesungguhnya paling mulyanya kamu sekalian di sisi Allah adalah ketaqwaanmu”.

Namun, sekalipun diciptakan dari jenis yang sama, bentuk penciptaannya yang berbeda, sehingga walaupun memiliki kewajiban yang sama, bentuk kewajibannya berbeda sesuai dengan jobnya masing-masing, karena masing-masing dari keduanya (laki-laki dan perempuan) terdapat kewajiban yang satu sama lain tidak dapat melaksanakan kewajiban tersebut.

Salah satu contoh kewajiban yang harus dilaksanakan adalah menutupi aurat, laki-laki dan perempuan diwajibkan menutupi auranya, namun batasan-batasan dalam menutupi aurat berbeda sesuai dengan bentuk prnciptaannya masing-masing. Laki-laki dalam mnutupi aurat hanya dari busar sampai telapak kaki. Tapi perempuan seluruh badannya harus di tutupi kecuali telapak tangan dan muka.

Kenapa perempuan harus memakai jilbab sedangkan laki-laki tidak, apakah ini yang dinamakan bias gender? Kalau dicermati dengan baik, islam menjunjung tinggi derajat perempuan, karena dengan memakai jilbab, mereka terlindungi dari hal-hal yang tidak dingikan (pelecehan) dari lawan jenisnya. Karena jika perempuan selalu membuka aurat, secara tidak langsung ia telah memberi peluang kepada laki-laki untuk berbuat hal-hal yang tidak dinginkan.

Tapi, saat ini muslimat sudah terbiasa keluar rumah tidak memakai jilbab, karena memakai jilbab di era global ini hanya dianggap tren belaka yang tidak membawa dampak apa-apa, jilbab hanya dianggap ajang untuk menampakkan kecantikan dan keseksian ditengah kerumunan lawan jenisnya, seperti para artis yang memakai jilbab untuk karir dan mendapatkan popularitas.

Sesunggunghnya esinsi Islam memerintahkan menutup aurat (jilbab) untuk menegaskan dengan menutupi aurat kehormatan perempuan terlindungi.

Dan masih banyak pertanyaan yang seakan-akan islam memojokkan perempuan, sehingga lahir faham gender, dan untuk menelaah lebih jauh tentang jibab dalam islam, saat ini banyak buku-buku yang mengupas tentang jilbab.


Kabar negeri santri pasca suramadu

Seiring dengan berputarnya waktu, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. umat islam pada umumnya dan masyarakat madura pada khususnya, dihadapkan pada sebuah problem yang sangat besar dan dituntut untuk siap menghadapi dan menerimannya.

Tinggal menghitung jari, madura akan kedatangan tamu nomor satu di indonesia, presiden Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) akan turun langsung untuk meresmikan jembatan surabaya-madura (suramadu).

Dengan peresmian suramadu, madura yang notabene dikenal negeri santri harus siap menerima era yang semakin global lagi daris ebelumnya, orang-orang luar akan sangat mudah keluat masuk madura.

Kedatangan mereka bukan hanya sebatas untuk menikmati pemendangan yang ada di madura dan rekreasi belaka. Tapi, kedatangan mereka membawa sejuta maksud dan tujuan mulai dari niat yang baik dan tulus sampai yang jelek dan bejat. Pada saat itulah keimanan orang islam dituntut harus kebal dan tangguh dari godaan-godaan yang akan menghancurkannya, karena dengan mudah mereka (orang-orang luar.red) menawarkan sejuta materi dan fasilitas yang nyaman, tanpa sadar sebenarnya mereka ingin menjajah keimanan orang madura.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pertama, umat islam harus diberi pendidikan dan pengajaran yang lebih untuk memperkokoh keimanan dan tetap terlastariannya negeri santri. Lebih-lebih kepada para pemuda sebagai gnerasi dan penerus perjuangan bangsa ini. Pepatah mengatakan “pemuda hari ini calon pemimpin masa yang akan datang”. Karena saat ini generasi bangsa sudah merasa tidak PeDe (percaya diri) dengan madura karena identik dengan kebudayaan islam yang dianggap kolot, mereka (pemuda.red) lebih bangga dengan kebudayaa luar yang tidak jelas identitasnya.

Kedua, dengan menguatkan ekonomi kerakyatan, perekonomian madura kalau terus terusan kayak ini tidak akan lama lagi madura akan kehilangan ruhnya. Penghasilannya terus pas-pasan orang madura akan balik arah untuk mendapatkan penghasilan yang cukup dan membanggakan. Mereka dengan mudah akan terdikte oleh orang-orang luar.

Malangnya nasib anak madura

Akhir-akhir ini wali para siswa dan mahasiswa direpotkan dengan persiapan putra-putrinya yang ingin melanjutkan pendidikannya ke tingkatan yang lebih tinggi, mulai dari pemilihan sekolah yang dipandang layak sampai biaya pendidikan yang tidak begitu memberatkan.

Orang tua (baca:wali) yang ekonominya menengah keatas berduyun-duyun memilihkan sekolah untuk untuk masuk sekolah faforit, yang identik dengan biaya pendidikan yang mahal, dengan kesadaran mereka, bahwa suramadu akan membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat madura, sehingga anak-anak (baca:siswa dan mahasiswa) sebagai generasi bangsa harus betul-betul dipersiapkan sejak saat ini untuk menjawab problem dan tantangan yang semakin komplek dimasa yang akan datang.

Bagi orang tua yang ekonominya menengah keatas tidak ada persoalan dengan biaya pendidikan yang mahal, karena ada penghasilan yang bisa dicadangkan untuk membiayai sekolah anaknya. Tapi bagi orang tua yang dalam kesehariannya hidup serba pas-pasan, menjadikan orang tua bingung anaknya harus melanjutkan sekolah kemana?

Sekolah favorit dalam menyeleksi siswa bukan hanya melihat dari kecerdasan intelektual yang dimiliki calon siswa baru, secara tidak langsung, faktor ekonomi juga menjadi terseleksi dengan sendirinya, karena siswa yang memiliki uang yang cukup tidak mungkin melanjutkan sekolah.

Ketika hal itu terjadi, bagaimana dengan nasib siswa yang tidak memiliki uang yang memadai tapi memiliki skil yang bisa diandalkan, Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap anak (baca:siswa) tersebut? Orang tua sebagai pengayom sudah tidak mampu lagi untuk membiayai pendidikan.

Begitulah rata-rata yang dialami para wali siswa madura, karena mayoritas penduduknya petani yang hanya pas pasan dalam hidupnya.