Senin, 21 November 2011

Ku Pinang Kau dengan Doa

[Kado untuk Matahariku]

28 September 2011 hari yang sangat menyedihkan. Bagi Memed, peristiwa malam itu akan selalu dikenang selamanya. Pasangan yang selama ini telah mengikat janji untuk sehidup semati tiba-tiba harus berpisah. Laki-laki panjang kurus itu harus rela meninggalkan orang yang sangat amat dicintai. Malam itu, tepatnya pukul 18.00 Wib., Atik resmi di pinang Ipul.
Entah peristiwa apa yang akan terjadi dari firasat buruknya. Kebiasaan menghabiskan malam-malamnya dengan mencumbui buku, dan sesekali ngobrol dengan kawan-kawannya untuk mengusir kepenatan, malam itu memudar. Malam itu terasa impoten untuk mencumbui buku.
Buku yang ada di hadapannya hanya di bolak balek, dan sesekali dibaca tapi tak tahu apa maksud yang dibaca. Tak lama, di tutup kembali. Malas, capek dan segala kelesuan yang menghantui perasaaanya.
Driiiiiiiiiiiing! Handphone yang ada di sampingnya berdering menyadarkan laki-laki sederhana itu dari lamunannya.
Tertulis di layar HPnya, SyngQ memanggil.
Seperti biasa, Memed ngobrol panjang lebar dengan lincah walau tanpa ada topik pembicaraan yang jelas. Semuanya bisa jadi bahan perbincangan, mulai dari aktifitas keseharian sampai bangunan rumah tangga yang ingin dibangun bersama sang kekasih. Bahkan, nama putra-putrinya telah dipersiapkan; Azkatul Mubarroroh dan Muhammad Nabil Mubarok.
Namun, mulutnya tak bisa bergerak untuk berucap ketika lawan bicara yang ada di gagang HP ternyata sudah resmi milik orang lain. Bangunan rumah tangga yang sejak dulu di bangun bersama hancur berantakan. Makhluk yang lemah itu hanya bisa pasrah dan memohon yang terbaik.
“Bang, aku sekarang sedang dilema...,” Atik memulai pembicaranya dengan lemah lembut.
“Emang kenapa, dik? Apa yang terjadi pada diri adik?” tanya Memed dengan nada serius.
“Mas Ipul dan keluarganya sekarang sedang ada disini. Dia telah resmi meminangku malam ini,” jawabnya dengan nada memelas dan mata berkaca-kaca.
“Ya sudah mungkin Ipul jodoh yang terbaik buat adik,” Memed mencoba menenangkan kegundahan hati pujaan hatinya.
“Bukan itu masalahnya abangku. Walau mencintainya, aku tak ingin berpisah dan kehilangan abang,” jawabnya. “Karena abang sangat baik padamu,” Perempuan langsing berkulit putih itu melanjutkan pembicarannya.
Malam itu Atik tak bisa ngobrol panjang lebar. Dia harus menemui keluarga besar tunangannya yang sedang bertamu. Walau hatinya gundah, Putri sulung pasangan Suaib-Zainab itu harus rela mengumbar senyum dihadapan mertua dan tunangannya. Senyum yang keluar dari bibirnya yang merah sampai kelihatan lesung-lesung dua pipinya menambah kecintaan Ipul padanya, walaupun Ipul tak tahu senyumnya adalah senyum palsu.
Pak Suaib dan besannya asyik bercengkrama sambil sesekai menyeruput secangkir kopi yang ada di depannya. Sambil memperkenalkan keluarga masing-masing calon pasangan, sesekali terdengar gelegat tawa mengiringi kegundahan hati putrinya.
***
Perempuan cantik yang dihiasi lima tahi lalat diwajahnya itu telah satu bulan menjalani kehidupan baru sebagai tunangan orang nomor satu di salah satu organisasi kepemudaan setelah putus dengan tunangan yang pertama lima bulan yang lalu. Atik dan Memed tetap akur-akur saja walaupun hubungannya tak lagi seperti yang dulu. Kini hanya sebatas kakak beradik.
Walaupun Memed merasa dicabik-cabik oleh familinya sendiri yang telah meminang orang yang dicintai, ia tetap ikhlas membantu segala kebutuhan cewek manis bak iklan sabun Lux itu. Bagi Atik, Memet orang terbaik yang bisa dijadikan tempat mencurahkan kegundahan hati. Perempuan berzodiak Gemini itu banyak curhat tentang masa depan bersama abinya, paggilan akrab Atik pada Ipul, sampai ketidakmampuannya mengerjakan tugas filsafat dakwah.
Memed pemuda yang sabar dan tak pernah mengeluh. Walaupun hubungannya hanya sebatas kakak beradik, Atik tak canggung untuk minta tolong dan menambah daftar kesibukan Memed. Bahkan suatu hari Memed harus rela menunggu di pagar ruhamnya ditemani semut-semut yang merayap di pohon kelapa menunggu keluarnya Atik yang lagi kedatangan tamu yang mempersatuan dirinya dengan Ipul. Sekalipun diperlakukan tidak manusiawi, tak pernah ada satu katapun keluhan yang keluar dari mulut laki-laki bersahaja itu. Ia tetap setia mengerjakan tugas dan membantu kebutuhan Atik.
***
Ditengah kesendirian, Memed mencoba untuk hidup tegar dan berusaha menyembunyikan patah hati di depan orang tuanya. Tapi, raut wajahnya tak bisa bohong sekalipun selalu mengumbar senyum di depan orang tuanya.
Tak kuasa melihat putra sulungnya terus kecewa dan sakit, Ibu Ani mencoba untuk menenangkan hatinya dengan menawarkan perawan desa yang tak kalah cantik dengan Atik, dan tahi lalat yang melingkar di bibir kembang desa itu tak kalah cantiknya dengan Atik.
“Nak, kenapa kamu gak sebaiknya cari cewek lain, bukankah masih banyak cewek lain yang lebih cantik dari Atik,” ibunya memulai pembicaraan. “Kemaren anom kamu menawarkan putrinya Kiai Insan padaku. Dia nanya bagaimana kalau Memed tunangan dengan Musyarrofah?” lanjutnya.
Memed tak bisa berkata apa-apa selain semuanya dipasrahkan kepada Dzat yang mengatur manusia. “Masih mau istikharah, Ma” jawabnya dengan singkat, walau sejatinya dia tak bisa melupakan Atik.
Dia hanya bisa mematung diri ketika ingat pada masa-masa indah bersama sang kekasih. “Abang, cukup aku saja ya adiknya abang. Abang tak boleh mencintai perempuan lain walau aku telah tunangan,” kata-kata Atik yang selalu terngiang di telinganya.
Memed memang gagal untuk mendapatkan Atik sebagai pendamping hidupnya, namun dia tak pernah lupa untuk mendoakan kebaikan dan kebahagiaan hidup mantan kekasihnya yang kini tengah bahagia dengan orang lain. Ku hanya bisa meminangmu dengan doa, kata batinnya.
Barakallah lak wabaraka alaik
Semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah!
Radar Madura, 20 November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar