Kamis, 05 Desember 2013

Saat Jilbab Mengundang Syahwat

Judul: Yuk, Berhijab
Penulis: Felix Y. Siauw
 Penerbit: Mizania
Terbitan: IV, September 2013
Tebal: 140 halaman
ISBN: 978-602-9255-67-6
Dimuat di: Majalah Annida

Kebebasan berekspresi tak lagi membuat perempuan muslimah yang bekerja di sektor publik terdiskriminasi untuk memakai jilbab atau kerudung. Saat ini sudah tak ada institusi pemerintah atau perusahaan yang melarang pegawainya mengenakan jilbab. Perempuan muslimah tak lagi takut untuk berjilbab, termasuk polwan yang beberapa waktu lalu sempat jadi pusat perhatian.

Beragam model busana muslimah semakin membuat perempuan tak lagi merasa risi untuk berjilbab di ruang publik. Tren fashion pakaian muslimah memanjakan kaum hawa untuk berlomba-lomba tampil sempurna. Bahkan jilbab tak lagi hanya sebatas identitas sosial (Persia), metolongi (Yunani), atau syarait agama.

Motivasi sebagian orang memakai jilbab tampaknya mulai mengalami pergeseran. Berjilbab bukan karena etika agama namun juga untuk memenuhi estetika. Dan estetika lebih menonjol daripada etika. Pergesereran makna ini cenderung mereduksi makna jilbab untuk melindungi keindahan (hlm. 112). Sehingga esensi syariah terabaikan hanya demi memenuhi keindahan.

Felix Y. Siauw melalui buku Yuk, Berhijab! mengingatkan kaum hawa untuk tidak lupa daratan menghadapi menjamurnya tren fashion muslimah. Karena disadari atau tidak sebagian desain busana yang dianggap muslimah justru mengeksploitasi keindahan perempuan. Berjilbab tapi auratnya tak tertutupi.

Model berpakaian muslimah saat ini ada yang masih melestarikan budaya jahiliyah. Muhammad Ali as Shobuni (2001) mengilustrasikan, masyarakat Arab sebelum datangnya Islam sudah biasa memakai jilbab. Kepala tertutupi namun dada dibiarkan terbuka. Model pakaian yang demikian kembali menjadi tren di kalangan muslimah.

Esensi Jilbab
Para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan jilbab (khimar, miqna'ah). Namun semuanya sepakat bahwa jilbab setidaknya harus menutupi kepala sampai dada (hlm. 78-80). Kenapa patokannya sampai dada?

Sebuah penelitian mutakhir menyebutkan, kecenderungan pertama saat laki-laki melihat lawan jenis yang dipandang pertama adalah bagian dada. Dengan demikian, sekalipun perempuan muslimah memakai jilbab tapi bagian dadanya terlihat, esensi jilbab tak terpenuhi.

Desain jilbab saat ini banyak yang tak lagi memenuhi unsur jilbab sebagai pelindung kehormatan. Jilbab dianggap sebagai pengganti keindahan rambut hingga dibentuk menyerupai rambut dan dibentuk segala rupa untuk mendapat perhatian (hlm. 108). Nilai esensi dari jilbab kemudian menjadi tercerabut.

Rasulullah 14 abad yang lalu sudah mewanti-wanti untuk menghindari cara Berhijab dengan motivasi mengejar popularitas dan menjadi pusat perhatian. Allah mengancam mereka dengan akan mengenakan pakaian paling hina kelak (hlm. 109).

Sebelum pembaca dan keluarga terjerumus membeli dan terlanjur senang menggunakan fashion muslimah yang tak sesuai dengan syarait, perlu kiranya mengindentifikasi pakaian-pakaian yang betul-betul islami. Salah satu isi buku terbitan Mizania itu menjelaskan hal itu.

Dan yang tak kalah penting, motivasi yang menggugah tanpa menggurui untuk menutup aurat dengan dilengkapi komik. Sangat bagus untuk dibaca anak muda yang masih merasa gerah saat menutup aurat. Mulai saat, yuk, tutup aurat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar