Minggu, 14 September 2014

Refleksi untuk Jemaah Haji

Judul: Buku Saku Iman dan Islam
Penulis: Imam Al-Birgawi
Penerbit: Zaman
Terbitan: Pertama, 2014
Tebal: 181 halaman
ISBN: 9-786021-687093
Dimuat di: Malang Post, 7 September 2014

Tidak lama lagi, umat Islam akan menunaikan rukun Islam yang kelima: haji. Di Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim dan terbesar di Asia, ritual ini sangat diminati. Pendaftar calon jemaah haji selalu membeludak, sehingga harus menunggu giliran bertahun-tahun untuk bisa menunaikannya.

Pahala ibadah haji memang sangat menggiurkan, sebagaimana disebutkan dalam sumber otoritatif Islam: Al Qur'an dan hadis. Rasulullah mengatakan haji adalah salah satu amalan yang paling utama/afdol (HR. Bukhari No. 1519). Dalam hadis lain, Bukhari meriwayatkan: balasan haji mabrur tiada lain selain surga (HR. Bukhari No. 1773 dan Muslim No. 1349).

Namun, membeludaknya calon jemaah haji belum bisa menjadi indikator kesalehan rakyat Indonesia. Angka kriminalitas dan berbagai penyimpangan lain masih cukup tinggi, dan tidak jarang pelakunya adalah mereka yang telah menunaikan ibadah haji. Yang sangat mengejutkan, Menteri Agama RI yang mengurusi pelaksanaan ibadah haji ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dalam kasus tersebut.

Banyaknya warga negara Indonesia yang telah menunaikan ibadah haji --sebagian telah berkali-kali, mestinya bisa meningkatkan kesalehan pelakunya setelah pulang dari tanah suci Makkah. Ritual haji sarat dengan nilai-nilai sosial, karena sebagian besar ritualnya napak tilas perjalanan spritual nabi Ibrahim dan Ismail.

Tawaf
Tawaf adalah bagian terpenting dari ritual haji. Saat bertawaf mengelilingi Ka'bah ada pakaian khas: ihram. Pakaian ihram bagi laki-laki adalah dua potong kain, sepotong untuk menutupi bagian tubuh dari dada ke bawah dan sepotong lagi diselendangkan. Bagi perempuan, pakaian ihram terdiri atas baju putih, sarung kaki putih, dan tutup kepala putih.

Ihram menyimbolkan keterlepasan diri dari segala bentuk keduniaan. Kain ihram tak ada bedanya dengan kain kafan, yang akan membungkus jasad di kala maut menjemput. Kain ihram menyamakan semua manusia, sehingga tidak ada beda antara raja dan peminta-minta. Mengenakan pakaian ihram berarti menyingkirkan kemasyhuran, kekayaan, kehormatan, kesombongan, nafsu, dan menafikan kebutuhan (hlm. 160).

Setelah itu, berhati-hatilah agar tidak menyakiti siapa pun dan apa pun, baik dengan perkataan maupun tindakan. Jangan mematut diri dengan mencukur rambut, memotong kuku, menutup kepala, atau berganti pakaian. Suami dan istri harus saling berusaha dan menahan hasrat biologis (hlm. 161).

Sesuatu yang haram saat berlangsung pelaksanaan ritual haji mestinya dilestarikan hingga di tanah air. Ini perlu direnungi jemaah haji setiap akan bertindak dan berucap di manapun dan kapan pun, karena kesalehan pasca naik haji salah satu indikator diterima tidaknya ibadah haji. Salah satu tanda haji mabrur yaitu ibadah dan perilakunya meningkat dan lebih baik dari sebelum haji.

Syekh Al-Syibli mengatakan, jemaah haji yang bertawaf mengelilingi Ka'bah, tapi tak menjahui segala hal yang selama ini menyertai, tak meninggalkan dirinya yang dulu, keterikatan pada dunia tetap, dan belum mendekat kepada Allah, sebenarnya orang itu pada hakikatnya tidak bertawaf (hlm. 174).

Apabila semua jemaah haji menyadari hal ini, niscaya tatanan kehidupan di negeri ini mulai sempurna. Kesadaran ini akan menyatukan segala kekuatan untuk mencegah kemunculan para tiran yang menentang hak-hak yang telah ditetapkan Allah (hlm. 129).

Imam Al Birgawi dalam Buku Saku Iman dan Islam mengajak pembaca merenungi keimanan yang tertanam dalam hati dan ritual keislaman. Bahasanya cukup sederhana dan pembahasan tiap babnya ringkas, tapi bak sepercik api yang mampu membakar keraguan di dada.

Di bagian akhir dalam buku setebal 181 halaman terbitan Zaman itu, dengan agak panjang-lebar, penulis menjelaskan filosofi haji. Penting diketahui oleh umat Islam yang akan maupun yang telah menunaikan ibadah haji agar biaya besar yang dikeluarkan tak sia-sia.

Semoga pembaca tak termasuk jemaah haji dalam hadits nabi: para penguasa dan para raja pergi haji dengan tujuan bersenang-senang, orang kaya dengan tujuan berdagang, orang miskin dengan tujuan meminta-minta, dan ulama dengan tujuan mencari kemasyhuran.Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar