Senin, 14 Desember 2015

Hasyiah Pemikiran Syafii Maarif

Judul : Muazin Bangsa dari Makkah Darat
Penulis : Mun'im Sirry, dkk.
Editor : Ahmad Najib Burhani, dkk.
Penerbit : Serambi dan Maarif Institute
Terbitan : Pertama, Juni 2015
Tebal : 429 halaman
ISBN : 978-602-290-047-4
Dimuat di: Kabar Madura, 25 November 2015

 Buku Muazin Bangsa dari Makkah Darat semacam hasyiah pemikiran guru bangsa Ahmad Syafii Maarif (ASM). Sebagaimana tulisan jenis hasyiah dalam kitab fiqih, kumpulan tulisan ini memberikan ta'liq (komentar) dan mulahazhat (catatan) secara kritis terhadap pemikiran sang guru bangsa.

Di tengah usianya yang mulai senja, ASM sampai saat ini masih aktif-produktif membuat karya jenis matan, yaitu berupa komentar singkat terhadap peristiwa dan fenomena mutakhir. Kita mudah menjumpai karya matan ASM dalam bentuk tulisan artikel-opini mapun statemen hasil wawancara di media massa.

ASM juga rajin mengulas pemikirannya secara panjang dan mendalam dalam bentuk buku dan berbicara dalam banyak forum. Menurut Ahmad-Norma Permata, jika matan ASM di media massa kadang terlihat simplistik, namun ketika membaca syarh ASM pandangannya sangat dalam didasarkan pada filsafat dan sejarah (hlm. 193).

Sebanyak 13 penulis buku ini memberikan hasyiah terhadap berbagai pemikiran ASM sesuai spesialisasi keahlian masing-masing dengan menyandingkan dengan pemikir lain, memberikan konteks dan tafsir, mengulas perkembangan pemikiran, apresiasi terhadap konsistensi perilaku, dan kontribusinya terhadap Indonesia dan Islam.

Satu Tarikan Nafas
Hasil pembacaan secara cermat 13 penulis terhadap beragam tema tulisan-tulisan dan statemen ASM, muara dan inti gagasan ASM terkait dengan etika (Islam), kemanusiaan (keadilan), dan kebangsaan (Indonesia). Tiga hal di atas diletakkan dalam satu tarikan nafas untuk membangun peradaban Islam nusantara yang berkemajuan.

Dalam hematnya, fondasi moral yang rapuh merupakan sebab utama mengapa setengah 70 tahun kita merdeka, budaya korupsi, penyelewengan, kongkalikong, dan yang sejenisnya tampaknya belum mencapai titik jenuh atau bahkan tambah parah (hlm. 357). Jika pada Orde Baru pelakunya oleh oknum, saat ini dilakukan secara berjemaah.

Sedangkan komentar ASM terkait persoalan lingkungan, menurutnya, kerusuhan alam terjadi karena manusia yang tunamoral dan perilaku korupsi pemimpin dan masyarakatnya. Banjir dan longsor terjadi karena manusia menzalimi hutan dan lingkungan. Menurut Rahmawati Husein, ungkapan tersebut sejalan dengan pemikiran Sonny Keraf (hlm. 197).

Sementara komentarnya melihat kesenjangan kesehatan yang dialami masyarakat sebagai dampak dari kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, disebabkan oleh ketidakadilan sosial. ASM menegaskan bahwa ajaran-ajaran Islam yang diyakini sangat menekankan penguatan keadilan manusia tanpa memandang ras, suku, agama, dan golongan (hlm. 238).

ASM menyerukan fungsi negara hadir, pengurus publik tidak puas dengan laporan hasil capaian di atas kertas apalagi hanya sibuk dengan kepentingan pribadi dan golongan. Ia lantang mengingatkan apa yang benar dan salah, apa yang baik dan buruk dalam kehidupan politik dan pengelolaan kekuasaan. Namun seruan moral yang disampaikan tidak dalam rangka mencari kambing hitam atau menyalahkan kondisi. ASM mempraktikkan moralisme inklusif, yaitu evaluasi moralis yang tetap normatif namun tidak simplistik dengan memahami akar sosial-historis sebuah sistem politik (hlm. 193).

Karena bukan tipikal moralis patruler, ASM memandang dasar dan perangkat aturan negara sudah sangat cukup untuk menjadi negara yang baik (baldatun toyyibatun), hanya tinggal kesanggupan orang-orangnya menjalankan dengan baik dan benar. Oleh karena, perubahan konstitusi negara dianggap sesuatu yang berlebihan. Bangsa Indonesia tak perlu menjadi negara Islam untuk mencapai kemajuan, kemakmuran, dan keadilan.

ASM mengajak umat Islam Indonesia selalu mendukung nation-state karena ideologi Pancasila mencerminkan nilai-nilai Islam, seperti prinsip keadaan (QS. 5:8), prinsip syuro (QS. 3: 159, QS. 42: 38), kebebasan bersuara dan berpendapat (QS. 27: 64, QS. 16: 125), prinsip persamaan (QS. 49. 13), dan pertanggungjawaban pemimpin (QS. 3: 104) [hlm. 89].

Selain lantang menyerukan agar Indonesia segera siuman, ASM tak jarang turun langsung seperti pada kisruh KPK dan Polri. Bahkan, ASM berpihak menentang arogansi oknum jenderal polisi yang dipandangnya membuat kisruh hubungan dua lembaga penegakan hukum tersebut.

Agar Indonesia tak disesaki dan dikendalikan oleh politisi dan birokrat rabun yang tunamoral, gagasan-gagasan ASM mendesak dikampanyekan secara masif. Setidaknya, pada satu abad Indonesia nanti negeri ini sudah siuman dan tunas bangsa tidak hanya mengagumi dan mengidolakan ASM, tapi meneruskan dan mengembangkan peran menegakkan seruan moral sang guru bangsa.

Sekalipun tidak substantif, penulisan rujukan referensi perlu diseragamkan demi kenyamanan bersama. Pada tulisan 11 kontributor menggunakan cacatan kaki sedangkan dua tulisan lainnya menggunakan catatan perut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar