Minggu, 20 Desember 2015

Menjadi Orangtua Ramah Anak

Judul : Orangtuanya Manusia
Penulis : Munif Chatib
Penerbit : Kaifa
Terbitan Edisi Baru: I, Mei 2015
Tebal : 212 halaman
ISBN : 978-602-7870-92-5
Dimua di: Radar Madura, 20 Desember 2015

Mungkin berlebihan jika dikatakan mendidik anak lebih sulit daripada memproduksinya. Namun faktanya, banyak orangtua tidak tahu cara mendidik anak dengan baik sekalipun telah memiliki banyak keturunan. Mendidik anak hanya didasarkan pada tradisi turun temurun.

Akibatnya, banyak orangtua tidak ramah dalam mendidik anak. Minimnya pengetahuan pengasuhan anak membuat orangtua sering melancarkan kekerasan fisik (berupa cubitan, pukulan, atau tendangan) maupun kekerasan psikis (berupa omelan, cap negatif, atau bentakan) untuk membujuk anak melakukan atau meninggalkan sesuatu.

Cara-cara kasar memang cukup ampuh untuk jangka pendek, namun berbahaya terhadap masa depan anak. Perkembangan psikologis anak akan terbangun konsep diri yang negatif jika dididik dengan cara demikian. Dan pada akhirnya mentalnya rapuh, penakut, mudah putus asa.

Orangtua perlu mengetahui fase status dan fase ruang lingkup anak agar lebih ramah dalam memperlakukan anak. Sebagaimana disitir dari sabda Nabi Muhammad bahwa anak pada usia tujuh tahun pertama adalah raja, pada tujuh tahun kedua adalah pembantu, dan pada fase tujuh tahun ketiga adalah wazir atau (hlm. 20).

Anak pada usia 0-7 tahun adalah raja dalam ruang lingkup bermain. Sementara orangtua adalah rakyat yang harus mengikuti kemauannya. Dengan demikian, anak tak perlu dimarahi dan dicap "nakal" apabila pada usia tersebut senang bermain karena memang kerajaannya, selama tidak membahayakan. Ketika anak memasuki tujuh tahun berikutnya status tersebut akan berakhir.

Pada usia 7-14 anak adalah pembantu dalam ruang lingkup pendidikan dan pembelajaran. Sedangkan orangtua adalah tuan. Artinya, apabila pembantu melakukan kesalahan, orangtua sebagai tuan berwenang untuk mendidik dan membimbingnya. Dengan kata lain, pada usia tersebut anak berhak mendapat pendidikan dan bimbingan (hlm. 21).

Dan pada usia 14-21 anak adalah wazir dalam ruang lingkup kewenangan musyarawah dan bersama menjalankan tugas. Pada usia tersebut, orangtua dengan kapasitasnya sebagai raja mestinya mulai melibatkan aspirasi anak sebagai wazir dalam bermusyawarah dan mengambil keputusan.

Tahapan demi tahapan di atas sangat mempengaruhi kesukesan dan keberhasilan anak saat dewasa. Fenomena orangtua yang kurang bersabar menghadapi perilaku aktif anak pada usia tujuh tahun pertama dengan membentak dan mencubit, maka akan mengalami kesulitan komunikasi dengan anak pada tahap tujuh tahun kedua (hlm. 22).

Sedangkan orangtua yang mengalami hambatan komunikasi dengan anak tak akan bisa memberikan pendidikan dan bimbingan saat anak melakukan kesalahan. Akhirnya, pada usia tujuh tahun ketiga, anak tumbuh menjadi pribadi yang kehilangan kepercayaan dan moral.

Jika tiga tahapan di atas telah dijalankan dengan baik, orangtua tak akan menemukan begitu banyak kendala untuk kemudian mengenali kecenderungan kecerdasan, minat, bakat, dan gaya belajar anak. Kalau semuanya telah dikenali, tentu orangtua tak perlu bersikap memaksa untuk mengantarkan anak pada gerbang kesukesan.

Buku Orangtuanya Manusia membimbing orangtua mengenali dan menyelami seluk beluk dunia anak sejak dalam kandungan. Buku setebal 212 halaman memberikan panduan praktis bagi orangtua yang ingin belajar menjadi orangtua yang ramah dalam mendidik anak. Buku yang sangat kontekstual untuk era saat ini.

Munif Chatib dalam buku terbitan Kaifa tersebut juga banyak menyertakan kisah nyata yang dialami dirinya maupun orangtua yang meminta bantuan untuk mengatasi masalah buah hatinya. Isi buku dijabarkan dengan bahasa sederhana sehingga mudah dipahami semua kalangan namun cukup dalam dan padat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar