Senin, 25 Juli 2016

Mendulang Rezeki dengan Filantropi

Judul : 7 Cara Akselarasi Rezeki
Penulis : Akhmad Muhaimin Azzet
Penerbit : Diva Press, Yogyakarta
Terbitan : Pertama, Agustus 2016
Tebal : 240 halaman
ISBN : 978-602-391-217-9
Dimuat di: Malang Post, 17 Juli 2016

Para konglomerat Barat yang tidak mengenal konsep sedekah, zakat, amal jariyah, dan infak, telah membuktikan dahsyatnya "tangan di atas". Filantropi tidak hanya menentramkan, tapi sekaligus mendatangkan kekayaan yang lebih melimpah. Dalam logika bisnis, memberi artinya berkurang, namun dalam hal ini justru menambah.

Dalam perhitungan matematika sepuluh dikurangi satu sama dengan sembilan (10-1=9), namun dalam perhitungan filantropi sepuluh dikurangi satu (10-1) hasilnya akan makin besar hingga 100 kali lipat karena satu yang diberikan itu tidak berkurang tetapi justru bertambah (hlm. 182-183).

Islam telah mengenalkan konsep sedekah sebelum mereka mengenal istilah filantropi. Tangan di atas lebih baik dan terhormat daripada tangan di bawah. Al Qur'an mengilustrasikan, satu pemberian yang murni tanpa embel-embel CSR, charity, atau penggalangan dana lainnya seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji (QS. Al Baqarah [2]: 261). Kata Nabi, sedekat tidak akan mengurangi harta (HR. Muslim).

Namun, implementasi ajaran Islam di atas lemah di Indonesia, negeri muslim terbesar. Kesadaran membayar zakat masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Bahkan, dari seluruh umat Islam yang ada, yang menunaikan kewajiban membayar zakat hanya berkisar 10 persen. Paling banyak tidak melaksanakan perintah zakat harta (Koran Madura, 28 Juni 2016).

Sifat kikir dan keserakahan orang Indonesia barangkali ada kaitannya dengan filosofi kehidupan yang berlaku di sebuah negara. Orang Timur dan Barat beda dalam melihat uang. Masyarakat Timur cenderung pelit untuk mengeluarkan uang sekalipun untuk dirinya sendiri, sedangkan masyarakat Barat lebih boros.

Bangsa Timur dibayangi oleh kecemasan untuk memburu kesejahteraan hingga anak cucu. Mereka bekerja sangat keras dan menabung untuk masa depan keturunan mereka, hingga tidak menikmati hartanya untuk dirinya sendiri. Sedangkan masyarakat Barat tidak dipusingkan untuk menyimpan banyak uang demi anak cucu, sehingga mereka leluasa mengeluarkan uang termasuk untuk berderma (Alberthiene Endah: 2015: 387-388).

Buku ini hadir dari kegelisahan penulis melihat kenyataan di atas. Sebagian orang bekerja siang dan malam untuk mencari rezeki agar terus bertambah namun yang dikejarnya semakin menjauh. Sebaliknya, sebagian orang biasa-biasa saja dalam bekerja namun hasilnya selalu melimpah. Rahasianya, yang satu rajin menemui Sang Pemberi Rezeki dan tidak kikir untuk bagi-bagi kepada yang Punya sedangkan yang lain tidak.

Penulis menyajikan petunjuk Al Qur'an dan hadis agar rezeki selalu bertambah dan tentu bernilai berkah. Pertumbuhan dan keberkahan rezeki tidak dapat dipisahkan agar yang menerima tidak jauh dari yang memberi. Orang yang kikir berbagi adalah orang yang tidak menyadari hakikat siapa yang memberi rezeki. Sedangkan orang yang jauh dari Tuhan tentu rezeki yang diterima tidak berkah.

Kenapa Harus Filantropi?
Kegiatan filantropi adalah salah satu langkah yang Akhmad Muhaimin Azzet persembahkan agar rezeki bertambah dan berkah. Dalam buku ini disitir ayat-ayat Al Qur'an dan hadis Nabi yang memotivasi pembaca rajin berderma, dan dikuatkan dengan kisah-kisah orang telah membuktikan kekuatan memberi.

Hemat saya, memberi harta kepada orang lain cara paling cepat mengakselarasi rezeki. Pertama, dengan bersedekah berarti mensyukuri karunia Tuhan. Dalam Al Qur'an disebutkan karunia Tuhan yang disyukuri akan ditambah (QS. Ibrahim [14]: 7). Dan dalam bagian terakhir buku ini, Akhmad Muhaimin Azzet menyebut syukur sebagai salah satu cara mempercepat datangnya rezeki.

Kedua, filantropi membahagiakan orang lain. Dengan meringankan beban orang lain, selain Tuhan akan membalas kebahagiaan kepada yang memberi, orang yang menerima sedekah akan membalas setidaknya dengan doa. Sedangkan doa orang yang ditimpa kesusahan mustajabah. Ada sebuah riwayat terkait hal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar