Rabu, 14 Oktober 2009

DPR, Butuhkah?

Tahun 2009 ini memasuki transisi demokrasi yang ke tiga, Dewan Perwakilan Rakyat (baca:wakil rakyat) perioda 2009-2014 baru saja dilantik, terhitung sejak lengsernya Presiden Soeharto dari roda pemerintahan pada 21 Mei 1998. Demokrasi di nusantara ini sudah berjalan sekitar sepuluh tahunan, sepuluh tahun bukan masa yang pendek, tapi lihat apa saja kontribusi wakil rakyat yang dapat disuguhkan dan dijadikan hadiah kepada rakyat sebagai utusan untuk menyampaikan aspirasi rakyat.

Kalau kita amati rakyat kecil masih saja kelaparan, pengangguran dan tidak punya penghasilan yang cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarga, apa saja kerja dan tugas wakil rakyat yang namanya kelaparan dan pengangguran senantiasa melekat pada rakyat kecil, apakah mereka tidak sadar bahwa mereka yang dipilih masyarakat sebagai wakil bukan untuk meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya untuk pribadi dan keluarga, melainkan untuk memperjuangkan nasib mereka.

Mereka baru saja dilanik, pertanyaannya apakah mereka akan membuat perubahan ke arah yang lebih baik atau dijadkan ajang untuk meraup uang sebanyak-banyaknya untuk bekal masa tua.
Kalau dilihat dari semangat mereka waktu kampanye, wakil rakyat tidak akan jauh beda dengan wakil rakyat sebelumnya.

Pertama, tidak sedikit calon legislatif (caleg) yang terlalu antusias untuk jadi DPR, mereka bukan berangkat dari antusias yang suci/murni, mereka rela menghambur-hamburkan dan menghabiskan uang puluhan juta untuk dana kampanye, malah sampai ada yang berbuat kecurangan untuk menang. Subhanallah, kalau wakil rakyatnya seperti ini apakah mereka akan memikirkan nasib rakyat atau malah memikirkan biaya caleg yang puluhan juta bagaimana cara mengembalikannya.

Kedua, pada masa kampanye tidak sedikit para caleg yang kurang peduli dan memperhatikan keinginan-keinginan masyarakat pada umumnya dan aktifis pada khususnya, padahal mereka masih calon wakil rakyat. Terbukti dengan caleg sumenep daerah pemilihan (dapil) II (daerah pemilihan Bluto, Saronggi, Lenteng dan Gili Genting) yang tidak bisa meluangkan waktunya untuk menyampaikan visi misi serta rencana program mereka selama lima tahun, padahal ini acaranya mereka untuk kampanye. Sebagaimana yang diselenggaraka oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bluto (AMPB), acara ini bukan hanya digelar satu kali kalau berdalih benturan dengan jadwal kampanye yang lain, menyampaikan visi misi pertama (25 Januari 2009) digelar di PP. Maslahatul Hidayah Errabu Bluto Sumenep, caleg yang hadir hanya dua orang, dan kedua (15 Februari 2009) digelar di KPRI Bluto, caleg yang hadir hanya empat orang.

Mereka yang setidaknya agak terbuka menyampaikan mimpi mereka dan peduli terhadap keinginan masyarakat tidak ada yang lolos ke gedung DPR. Malah wakil rakyat dari dapil II yang lolos ke DPR periode 2004-2014 tidak ada yang hadir dalam penyampaina visi dan misi, kalau semasa caleg yang sarat dengan kepentingan untuk duduk di gedung DPR sudah tidak mau diajak musyawarah dan sedikit terbuka menyampaikan mimpinya, mafhum mukhalafahnya apalagi saat ini, sudah tidak punya kepentingan lagi dengan rakyat kecil.
Rakyat jangan pernah berharap lebih kepada wakil rakyat saat ini karena juga kesalahan rakyat tidak mencontreng/mencoblos caleg yang peduli kepada rakyat kecil, hanya diberi iming-iming ini-itu sudah terpengaruh tanpa mengetahui profil, mimpi DPR dan pergaulan sehari-hari dengan tetangga. Kalau DPRnya sudah seperti itu pertanyaan selanjutnya masih dibutuhkankah wakil rakyat yang bertipe seperti itu? Wallahu a’lam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar