Senin, 07 Desember 2009

Urgensi Pendidikan Moral

Oleh : M. Kamil Akhyari

Konsep pendidikan negeri ini dari masa kemasa bukan tambah membaik tapi malah sebaliknya, terbukti dengan kegagalan guru mencetak pelajar yang seimbang dalam berdzikir, berfikir, dan amal shaleh sebagai bekal untuk menerjemahkan pendidikan yang telah mereka peroleh di bangku sekolah menjadi bukti kongkrit.

Kurikulum yang senantiasa mengalami perubahan ternyata tidak membawa dampak yang begitu signifikan terhadap perubahan perilaku anak didik. Pelajar bukan hanya diharapkan mahir dan faham terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan guru, selain dari hal itu ada yang lebih esensi yang diharapkan orang tua, yaitu bagaimana dapat menerjemahkan materi pelajaran yang telah disampaikan guru dalam kehidupan sehari-hari (bermoral).

Kurikulum 1994 yaitu mengubah sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak (www.akvina.wordpress.com).

Kurikulum ini berorientasi kepada bagaimana anak didik menjadi aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Sehingga terciptalah pelajar yang matang secara mental, fisiknya dan punya kepedulian sosial.

Seiring dengan perkembangan zaman dan visi pendidikan itu sendiri yang mengarah kepada dua pengembangan; memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Kurikulum 1994 sudah mulai kurang relevan lagi dengan konsep pendidikan saat itu sehingga dituntut melakukan perubahan/ penyempurnaan untuk mencetak siswa yang mapan seperti lembaga-lembaga pendidikan yang sudah maju dan mapan, serta sebagai respon perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik.

Tahun 2002 terbitlah kurikulum baru untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

Belum terlihat dengan jelas hasilnya KBK, konsep pendidikan mengalami perubahan lagi seiring dengan perubahan tatanan pemerintah yang menangani pendidikan. Tahun 2005 di perkenalkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang berorientasi bagaimana dalam menyampaikan mata pelajaran guru menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sehingga siswa tidak jenuh serta mudah dalam menangkap pelajaran.

Kalau kita amati perubahan kurikulum dari masa kemasa diatas belum berhasil dengan sempurna, karena tujuan dari siswa mendapatkan materi pelajaran lebih banyak dan guru menyampaikan materi pelajaran secara kreatif adalah dalam rangka mencetak pelajar yang seimbang dalam berdzikir, berfikir, dan amal shaleh. Dewasa ini tidak jarang melihat pelajar yang hanya bisa berfikir sekritis mungkin tanpa disertai dzikir dan amal sholeh, sehingga sekalipun sangat pintar langkah-langkah mereka terkadang menyimpang dari undang-undang agama dan negara.

Bukan hal yang asing bagi kita kalau mendengar pelajar yang telah berbuat tidak bermoral. Sekedar menyebut contoh, Jawa Pos Edisi 02/11/2009 memberitakan penggerebekan dua pasang remaja yang masih duduk di bangku SMP dan SMK oleh Polres setempat. Mereka terbukti melakukan pesta sex di sebuah kafe di Ponorogo Jawa Timur. Pada Edisi 07/11/2009 menurunkan kabar tercorengnya dunia pendidikan Ponorogo Jawa Timur dengan beredarnya vodeo esek-esekan setelah kasus siswa SMP yang berbuat mesum di kafe. Dan pada Edisi 13/11/2009 meliput menyebarnya video mesum yang dilakukan oleh siswa(i) setingkat SMA di kecamatan Parisian Lumajang Jawa Timur.

Coba bayangkan, belum genap satu bulan sudah terdapat sederatan pelajar yang terliput melakukan hal-hal yang amoral. Mereka bukan tidak tahu kalau perbuatan itu dilarang negara dan agama, bahkan di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur siswi yang terjaring dalam pesta sex ada yang masih duduk di bangku SMP Faforit, secara keilmuannya tidak perlu dipertanyakan lagi. Tapi karena hanya mengandalkan berfikit tanpa disertai dengan dzikir dan amal sholeh-sekalipun pintar-begitulah jadinya.

Kalau generasi bangsa sudah berani berbuat seperti ini, lantas bagaimana nasib bangsa ini 20 tahun yang akan datang ketika mereka sudah menggantikan orang-orang “penting” saat ini yang duduk di kepemerintahan.

Ketika hal demikian yang terjadi, bukan hanya siswa yang harus disalahkan karena tidak jarang seorang guru -selaku pendidik- melakukan hal yang tidak bermoral, yang saya maksud bukan hanya berselingkuh dengan sesama guru dan minuman keras. Tapi ada yang lebih hina dari itu, malah di lakukan di depan siswanya sendiri seperti-yang tidak aneh lagi-kecurangan saat Ujuan Nasional (UN) yang sudah menjadi rahasia umum. Karena lulus UN dijadikan standar kesuksesan guru mendidik siswa.

Selain dari guru harus memperlihatkan perilaku yang bermoral, pemerintah selaku penyelenggara pendidikan harus memberikan contoh yang baik, tidak asing lagi di telinga kita mendengar pemerintah yang di hukum karena korupsi. Kala pemerintah membeberkan perbuatan bejatnya, jangan pernah berharap pendidikan akan semakin membaik.

Perbuatan-perbuatan amoral kalau tetap saja berjalan seperti kecurangan UN dan korupsi, jangan pernah berharap bangsa ini akan menjadi negeri baldatun toyyibatun warabbun ghafur, karena pemudanya secara tidak langsung telah dikader untuk melakukan kecurangan dan korupsi. Wallahu a'lam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar