Sabtu, 20 Februari 2010

Membangun Kantin Edukasi di Pesantren

Oleh : M. Kamil Akhyari

Kalau kita tilik secara sepintas judul tulisan ini pikiran kita bertanya-tanya dan tidak terima, pesantren yang sudah menjadi ladang basah intelek-intelek muda islam menimba ilmu, kenapa harus di bangun kantin edukasi? Bukankah aktifitas santri setiap hari sudah penuh dengan kegiatan-kegiatan kepesantrenan yang notabene bersifat pendidikan dalam rangka mempersiapkan diri untuk pulang dan terjuk langsung kemasyarakat kelak?
Namun realita menjawab berbeda dengan asumsi tersebut di atas. Pesantren memang tempat kader-kader islam menimba ilmu untuk memperkokoh keimanan dan memperdalam ilmu tentang keislaman. Tapi kalau kita lihat santri saat ini, sekalipun tidak semuanya, mencari santri yang ngetop pengetahuannya seputar keimanan sangat sulit. Mencari santri yang pintar baca kitab kuning sebagai salah satu cara untuk mengetahui dan melacak literatur islam mulai langka. Santri yang hafal Alfiyah Ibnu Malik misalnya mulai menjadi orang yang asing. Sebaliknya, kalau kita cari santri yang hafal sederetan nama artis sangat mudah mendapatkanya, mencari kaum sarungan yang hafal lirik-lirik lagu Dewa 19 dan Wali misalnya sangat gampang.
Pertanyaanya sekarang kenapa bisa demikian? Apakah pesantren mulai mengalami pergeseran dari yang semula?
Entah mengalami pergeseran atau tidak, tapi yang jelas pesantren kenyataanya seperti itu. Insan pesantren sebagai generasi islam selanjutnya mengalami perbedaan dari santri pada masa awal berdirinya. Hal ini patut menjadi sorotan mata kita bersama sebagai insan yang peduli terhadap pesantren, bagaimana cara menyikapi problem seperti ini, sehingga generasi islam pada masa yang akan datang tidak pupus.
Salah satu langkah yang harus kita tempuh adalah menjejali mereka dengan pengetahuan seputar keislaman yang terangkum dalam bingkai nilai-nilai pesantren. Segala aktifitas yang mereka kerjakan harus bernuansa edukasi, sehingga tidak ada waktu yang terbuang karena segala kegiatan mereka selalu ada nuansa pendidikan.

Kantin Edukasi
Sampai saat ini kantin hanya menjadi tempat untuk mengisi perut yang keroncongan. Dalam kesehariannya santri tidak pernah absen mengisi perutnya. Sementara mereka tidak pernah intropeksi diri (muhasabah) seberapa banyak ilmu yang telah diperoleh sampai saat ini. Mereka tidak pernah bertanya kepada dirinya, sejak menginjakkan kaki di pondok pesantren apa perbedaanya dengan sebelum mondok? Seberapa banyak ilmu yang telah di
save di otak?
Ada yang lebih memperihatinkan lagi dari kantin sekedar dijadikan tempat mengisi “BBM” perut. Kantin pondok pesantren sudah tidak ada bedanya dengan kantin-kantin yang ada di luar pesantren. Kantin yang semula hanya tempat untuk mengisi perut saat ini mengalami pergeseran dari yang semestinya, yaitu dijadikan tempat untuk ngelamun diiringi dengan lagu-lagu asmara dan tempat nongkrong disertai dengan sebatang rokok.
Konsekuensi yang harus kita terima, sekalipun perut tidak lapar mereka rajin ke kantin karena kantin menjadi tempat yang sangat menyenangkan ketimbang diam di kamar pondok yang hanya melihat tumpukan buku/ kitab dan santri bermotala'ah (belajar).
Ketika kantin menjadi tempat yang tidak membosankan, maka santri dalam kesehariannya menghabiskan waktu di kantin dan secara otomatis mereka tidak belajar. Pada saat seperti ini pengelola kantin pondok pesantren harus cerdas dalam menformat kantin, sehingga santri tanpa terasa dan ditekan bisa belajar sekalipun di kantin, sebagai bekal untuk mempersiapkan generasi islam selanjutnya.
Kantin yang semula hanya dipenuhi dengan makanan dan minuman, sekarang sudah saatnya juga dipenuhi dengan buku-buku dan bahan bacaan. Tatkala kantin menjadi pilihan berteduh para santri, kantin sudah saatnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat pengisi perut tapi juga pengisi otak dengan pencerahan dan pengetahuan. Wallahu a'lam bis shawab...

Lihat di, Radar Madura 13/02.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar