Judul: Tidur Berbantal Koran
Penulis: N. Mursidi
Penerbit: Alex Media Komputindo
Tebal: 256 halaman
Terbit: Pertama, 2013
ISBN: 978-602-020594-6
Dimuat di: Jawa Pos Radar Madura, Minggu 16 Juni 2013
Cerita pengalaman proses kreatif N. Mursidi yang cukup inspiratif semakin meyakinkanku bahwa kesuksesan tidak seutuhnya digerakkan oleh uang, fasilitas yang memadai nan mewah dan atau faktor gen. Siapapun bisa meraih keberhasilan jika bekerja keras.
Impitan ekonomi bukanlah penghalang untuk bercita-cita setinggi langit. Siapapun, tanpa pandang bulu, boleh bermimpi dan mewujudkan mimpinya. Berani bermimpi dan bekerja keras untuk mewujudkan sebuah perubahan adalah modal utama yang harus dipejamkan. Hal itu telah dibuktikan oleh penulis buku Tidur Berbantal Koran.
Buku setebal 245 halaman itu menceritakan pengalaman seorang pemuda yang nekat hijrah ke kota dengan menggenggam berubahan. Ia tidak ingin menerima warisan orangtuanya yang berprofesi sebagai pedagang. Sekalipun orangtuanya menghendaki bisa membantu orangtuanya berjualan selepas lulus SMA dan tidak sanggup membiayai kuliah, ia tetap berangkat kuliah hanya berbekal doa kedua orangtua.
Sesampainya di Jogjakarta, awal-awal dapat kiriman dari orangtuanya. Namun tak lama dari itu, kiriman mandek dan mengalami kesulitan untuk sekedar menyewa tempat berteduh dari terpaan hujan dan panas. Malam ini harus menginap di kos ini dan malam berikutnya menginap di kos itu. Setiap malam digilir. Karena tidak mungkin terus-terusan demikian, ia terpaksa harus "melacurkan diri" berjualan koran untuk biaya kos.
Dari aktivitas berjualan koran di jalanan Yogjakarta, ia melihat beraneka ragam aktivitas manusia untuk memenuhi nafkah keluarga. Mulai dari yang tidak terpuji hingga yang sangat terpuji. Dari aktivitas pencopetan hingga tukang becak yang rajin membaca.
Dari abang becak, pria asal Lasem, Jawa Tengah, terinspirasi untuk menguliti lembaran-lembaran tulisan dalam halaman koran yang setiap pagi digotongnya. Dari aktivitas membaca selepas menjajakan koran di atas bus, ia akhirnya ingin masuk koran. Lebih tepatnya, ingin jadi penulis di koran.
Berbekal meniru tulisan yang dimuat di koran, alumni UIN Sunan Kalijaga itu mulai menumpahkan gagasannya dalam sebuah tulisan. Dengan berani, selepas menulis pada malam hari, cerpen-cerpennya dikirimkan ke media. Namun, keinginan masuk koran sepertinya hanya sebatas angan dan menemukan jalan buntu yang membuatnya nyaris putus asa. Tak terhitung sudah berapa tulisan yang dikirimkan, tapi tak ada satupun yang dimuat.
Hampir satu tahun tulisan yang dikirimkan ke media hanya masuk tong sampah redaktur. Semangat menulisnya juga mulai kendur. Di tengah "keputusasaan", ia juga mencoba menekuni fotografi. Dari iseng-iseng mengirimkan foto, foto dengan judul "Menerobos Mara Bahaya" dimuat Kedaulatan Rakyat (11 Desember 1997). Sepertinya lebih berbakat sebagai fotografer ketimbang jadi penulis (hlm 107).
Namun, keinginan jadi penulis tetap tidak surut. Dengan pemuatan foto itu, semangat menulis cerpen kembali tumbuh. Pemuatan foto yang dibidiknya menjadi pintu masuk menjadi penulis. Sekalipun tak ada satupun cerpen yang dimuat di koran, ia juga mencoba menulis resensi buku. Dua minggu setelah pengiriman naskah itu, resensinya dimuat di koran (hlm. 114). Ya, setelah tak terhitung karya yang ditolak redaktur, tulisannya baru dimuat.
Saat ini sudah terdapat sekitar 300 tulisan dengan beragam tema dan genre yang telah dimuat di media massa, dari media lokal hingga nasional (hlm. 13). Ketekunannya belajar menulis sekalipun tidak memiliki guru privat yang mengajarkan menulis dan ketika hendak mengirimkan naskahnya terkadang harus berhutang, tidak menyurutkan semangat masuk koran.
Nama N. Mursidi yang pada sebelum tahun melenium asing dikalangan redaktur, kini menjadi cukup populer. Hampir seluruh redaktur media massa Indonesia kenal dengan tulisannya. Namun, kita tidak fair jika hanya melihat N. Mursidi saat ini.
Buku terbitan PT Alex Media Komputindo itu perlu dibaca oleh insan yang saat ini sedang meniti karier sebagai penulis. Tak jarang penulis pemula dilanda kegelisahan ketika tulisan-tulisan yang dikirimkan ke media tidak diketahui nasibnya atau ditolak. Ini buku vitamin yang akan membuat penulis pantang menyerah untuk menjadi penulis handal.
Namun demikian, Anda yang yang sudah handal menulis atau tidak suka dengan tulis menulis tidak salah menyimak perjalanan seorang pemuda yang hijrah ke kota untuk mengubah nasibnya. Bagaimana cobaan yang datang silir berganti disulap menjadi pemacu semangat? Anda akan mendapatkan jawabannya dalam buku itu. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar