Selasa, 26 Agustus 2014

Manajemen Waktu Sukses Dunia Akhirat

Judul: Air Mata Cinta Pembersih Dosa
Penulis: Ibnu Al Jauzi
Penerbit: Zaman
Terbitan: Pertama, 2014
Tebal: 288 halaman
ISBN: 978-602-1687-26-0
Dimuat di: Harian Bhirawa, 22 Agustus 2014

Manajemen waktu adalah salah satu kunci kesuksesan. Berlaku dalam urusan apa pun. Tidak terkecuali, orang yang menginginkan kebahagiaan hidup di akhirat tanpa harus mengabaikan kecemerlangan hidup di dunia, dituntut pintar mengatur waktu.

Buku Air Mata Cinta Pembersih Dosa mengingatkan pembaca untuk tidak terlena dengan gemerlap dunia yang sementara sehingga abai untuk menyiapkan bekal akhirat. Namun demikian, bukan berarti harus mengabaikan dunia dan menyebabkan orang yang harus diayomi binasa karena terlalu sibuk berinvestasi akhirat.

Manusia pada satu sisi memang harus rajin mencari bekal hidup di dunia, karena ada orang-orang yang harus diberi nafkah. Namun, pada sisi lain, dituntut rajin menyiapkan bekal akhirat, sebab setelah kematian akan ada kehidupan lagi. Bekal itu sangat dibutuhkan pada kehidupan nanti.

Namun demikian, dunia dan akhirat tak perlu ditempatkan secara berhadap-hadapan. Hanya mementingkan dunia dan mengabaikan akhirat, demikian juga sebaliknya. Dunia dan akhirat bisa dikerjasamakan. Setiap orang bisa mencapai keduanya sekaligus, bukan memilih salah satunya.

Untuk menggapai itu semua, setiap manusia diberi jatah waktu yang sama, 24 jam dalam sehari semalam. Namun, tidak semua orang tiap hari sempat berinvestasi amal untuk akhirat, karena terlalu sibuk dengan hiruk pikuk urusan dunia. Padahal, bagi orang yang beriman, akhirat lebih penting dari kehidupan dunia.

Untuk menggapai kesukesan hidup dunia dan akhirat, setiap mukmin ada kalanya perlu menyediakan waktu untuk urusan dunia, dan ada kalanya melowongkan waktu tertentu untuk urusan akhirat. Pembagian waktu itu penting agar tak ada yang dikorbankan.

Memang ada aktivitas tertentu yang bisa bernilai ganda, bernilai duniawi dan ukhrawi. Namun, hanya mengandalkan itu saja tidak cukup sebagai bekal akhirat. Perlu bekal lebih banyak yang seyogyanya dilakukan secara khusus pada waktu tertentu.

Dalam manajemen waktu ini, Umar bin Khattab (581-644) cukup menjadi teladan. Ia salah satu sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga. Juga kepala negara yang tak pernah melalaikan rakyat. Sekalipun tiap hari sibuk menguras negara melayani rakyat, namun selalu ada waktu baginya untuk bermunajat kepada Allah.

Dalam sebuah riwayat diceritakan. Seseorang pernah bertanya pada Umar saat terlihat mengantuk dalam duduk, "Wahai Amirulmukminin, Anda tidak tidur?" Ia menjawab, "Bagaimana aku bisa tidur? Jika tidur siang, aku mengabaikan hak umat, dan jika tidur malam, aku mengabaikan jatahku dari Allah." (hlm. 38).

Jika mengikuti kebiasaan Umar dalam bermesra dengan Allah, malam hari adalah waktunya. Saat yang lain terlelap dalam tidur, ia bangun untuk bermunajat kepada Allah. Menurut ulama, Allah akan memberikan kebahagiaan kepada hamba yang beribadah dengan sungguh-sungguh di waktu malam hari dan begadang bersama Al Qur'an (hlm. 31).

Dalam keheningan malam sangat efektif untuk bertobat, meratapi kekhilafan. Kealpaan hidup memang patut direnungi. Betapa tidak, setiap ketaatan dan kedurhakaan dicatat oleh-Nya, sekecil apa pun. Sedangkan setiap kedurhakaan akan dimintai pertanggungjawaban.

Pertanyaannya sekarang, sudah berapa kali pembaca bertindak melampaui batas dan menerobos pintu larangan Allah? Jawaban yang pasti serupa: tidak dapat menghitung keberpalingan dari-Nya.

Ibnu Al Jauzi yang dikenal warak dan zuhud dalam buku setebal 288 halaman menularkan tobat sebagai terapi tercepat mencapai kesukesan mendekati Allah. Tobat yang ditularkan bukan pertobatan setelah berbuat maksiat dan menumpuk dosa. Sebentuk pembiasaan diri meraih ampunan dengan melakukan pelbagai kebajikan di tengah keheningan malam, bahkan dalam gelimang hidup serba berkecukupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar