Minggu, 02 November 2014

Kisah Kafilah Al Fatihah

Judul: Kafilah Al Fatihah
Penulis: Je Abdullah
Penerbit: Noura Book
Terbitan: Pertama, Januari 2014
Tebal: 341 halaman
ISBN: 978-602-1606-23-0
Dimuat di: Kabar Madura, 11 September 2014

Membaca Kafilah Al Fatihah, sulit membedakan antara sedang membaca novel atau buku tafsir. Di setiap halaman berisi tafsir Al Qur'an yang disajikan secara unik dan menarik, tak menoton apalagi membosankan. Buku ini dikategorikan tafsir gaya baru dengan corak keindonesiaan, sekalipun sang penulis menolaknya.

Je Abdullah menafsirkan surah Al Fatihah melalui obrolan lisan para tokoh dari berbagai macam karakter dan latar dalam balutan cerita tadarusan Para Pemagang Kunci. Penjabaran tiap ayat dikemas dengan dialog interaktif antar peserta tadarusan yang rutin dilakukan tiap hari setelah salat subuh secara berjemaah.

Cerita dibuka dengan datangnya sepucuk surat misterius, surat tanpa nama pengirim, yang diterima Yuli, remaja Masjid Desa Tinggar, Mataram. Surat itu berisi kegelisahan Al Qur'an. Sang Al Qur'an merasa kesepian sekalipun memiliki banyak penggemar. Cinta dan penghormatan penggemarnya dinilai kurang berarti karena hanya sebatas di bibir.

Atas nama cinta mereka padaku mereka membuat syarat yang ketat agar orang tidak sembarangan bicara denganku. Mereka harus memulai berbagai saringan kemampuan untuk memastikan bahwa orang yang bicara langsung denganku adalah yang terpilih.

Tetapi sesuatu yang mungkin tak terpikirkan sebelumnya terjadi: tiba-tiba aku merasa sedih karena orang-orang malam menjahuiku. Mereka takut mendekat, karena merasa tidak layak mereka tak berani bicara langsung kepadaku. Kalaupun bicara, mereka tak duduk di sampingku.

Aku sudah berkali-kali katakan bahwa aku datang untuk semua lapisan manusia. Aku datang untuk semuanya. Aku membuka diri untuk siapa saja, bahkan bagi mereka yang sampai saat ini membenciku, tak menerima kehadiranku.

Demikian sebagian cuplikan isi surat yang diatasnamakan Al Qur'an (hlm. 5-12). Surat itu diterima tak lama setelah salat isya. Malam itu juga, Yuli mengadukan kegelisahannya pada Miq Saeni, sang penghulu kampung. Namun, Miq Saeni tak bisa berbuat banyak. Ia mengajak Yuli membahasnya keesokan harinya.

Pagi hari, Miq Saeni bersama sekitar tujuh orang membicarakan surat misterius tersebut di masjid Al Amin. Pertemuan panjang-lebar menyepakati kegiatan halaqah tadarusan, lebih tepatnya mengkaji pesan-pesan Al Qur'an. Tadarusan dimulai dari surah Al Fatihah.

Pada pertemuan awal-awal, kegiatan tadarus ditempatkan di masjid Al Amin. Memang sengaja ditempatkan di masjid tua tersebut, karena setelah masjid jamik Al Taubah berdiri, jemaahnya sepi. Namun belakangan, tadarusan juga ditempatkan di masjid Al Taubah, bahkan beberapa kali dilakukan di bibir pantai.

Frasa demi frasa dalam surah Al Fatihah dibedah secara kontekstual. Pembahasannya dikaitkan dengan realitas latar tempat dilaksanakannya tadarusan. Bahasa yang digunakan diusahakan sederhana namun mendalam, agar mudah dipahami dan diamalkan hadirin.

Penyampaian pesan-pesan ayat tak didominasi satu orang. Semua peserta menyampaikan pemikiran referensi yang telah dibaca. Beragamnya pemikiran tiap jemaah mewakili karakter dan tingkatan pendidikan masing-masing. Antar jemaah saling melengkapi pendapat yang lain, dan tak jarang satu sama lain berselisih pendapat, namun tetap disampaikan secara sopan dan hormat.

Hasil tadarusan mereka terapkan dalam kehipuan pribadi masing-masing. Melalui nilai-nilai qur'ani, mereka bergerak melakukan perubahan, dari hal kecil dan lingkup terbatas, misalnya menghentikan membuang kotoran sembarangan sebagai pengamalan dari ayat kedua surah Al Fatihah.

Ada banyak pencerahan yang pembaca peroleh selain pengetahuan tafsir surah Al Fatihah yang dikutip dari pakar tafsir klasik hingga modern, dalan negeri maupun luar negeri. Membaca buku setebal 341 halaman itu seperti menyusuri kehidupan Lombok, Nusa Nenggara Barat, dengan dilengkapi gampar peta. Buku tersebut patut dibaca pecinta kalam Ilahi dan insan yang ingin menyelami mutiara Al Qur'an.

Buku tersebut mengakrabkan pembaca dengan Al Qur'an melalui cara kreatif, dengan sajian luwes, mengalir, dan ringan. Berbeda dari tafsir Al Qur'an yang cenderung formal, kaku, dan berat. Sayang, di dalamnya banyak bahasa Arab yang ditulis latin namun tak disertai pedoman transliterasi, sehingga pembaca yang kurang akrab dengan bahasa Arab agak kesulitan mengejanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar