Senin, 18 Mei 2015

Mereka yang Menemukan Kedamaian Islam

Judul: Mualaf: Kisah Para Penjemput Hidayah
Penulis: Steven Indra Wibowo
Penerbit: Tinta Medina, Solo
Terbitan: Pertama, April 2015
Tebal: XII+148 halaman
ISBN: 978-979-045-801-7
Dimuat di: NU Online

Islam agama kokoh tak tertandingi. Ajarannya begitu menyentuh. Tapi kekokohannya tak perlu ditunjukkan dengan selalu angkat pedang. Karena yang membuat para mualaf tertarik mempelajari ajaran Islam bukan karena kelihaian umatnya dalam berperang, namun kesejukan dan kedamaian ajaran-ajarannya.

Seperti Jerry D. Gray, mantan prajurit Amerika Serikat. Ia tertarik mendalami ajaran Islam setelah merasakan kebaikan dari orang Islam di Jeddah. Dalam amatannya, orang Islam begitu taat kepada Tuhannya. Ketika mendengar suara adzan, orang-orang langsung meninggalkan aktivitasnya untuk segera menunaikan shalat.

Ketika Jerry bergegas ke toko emas saat mendengar suara adzan, pintu toko emas itu tetap dibuka walaupun di dalam toko tersebut tidak ada orang karena semuanya memenuhi panggilan adzan. Katanya, siapa pun yang berniat mencuri emas, akan sangat mudah mengambilnya karena kondisi jalan sangat lengang.

Ia berdiri menunggu pemilk toko di depan tokonya. Tak lama kemudian pemilik toko itu datang dan menanyakan kenapa Jerry tidak masuk dari tadi sekalipun tak ada orangnya. Ia menjawab takut dikira maling dan tangannya akan dipotong oleh pihak kerajaan.

Pemilik toko menyilakan Jerry masuk seraya berkata bahwa semua barang yang dimiliki pada hakikat bukan miliknya, tapi milik Allah dan akan kembali kepada Allah sehingga tak perlu takut kehilangan harta. Jerry bahkan diizinkan mengambil barang apa pun dalam tokonya. Peristiwa itulah yang mengantarkan Jerry jadi mualaf (hlm. 42).

Setali tiga uang dirasakan Icok Benda. Ia luluh hatinya kepada Islam setelah merasakan keluhuran dan keramahan adab umat Islam. Anggota Satpol PP tersebut sangat terkesan saat bertugas di Kecamatan Tanjung Priok pada bulan Ramadhan. Icok yang dilanda kesulitan ekonomi banyak dibantu oleh orang-orang Islam.

"Ketika tidak ada uang untuk makan, teman-teman sering mengajak saya ikut makan bersama saat bulan puasa. Mereka tidak pernah mempermasalahkan saya bukan orang muslim," kenangnya (hlm. 55).

Sementara Raja Igbo di Nigeria, Sylvester O. Dimunah, terkesan ajaran Islam yang meniadakan kebencian dan diskriminasi. Menurutnya, Islam sangat menghindari kekerasan. Apa buktinya, itu terlihat sebagaimana Nabi saw. Hijrah (hlm. 114).

Joe Ahmed Dobson, putra mantan Menteri Kesehatan Inggris Frank Dobson terkesan dengan isi terjemah Al-Qur’an pemberian temannya. Persepsinya tentang stigma jelek Islam secara perlahan berubah setelah mempelajari Al-Qur’an.

Menurutnya, dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan, diwajibkan untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya (hlm. 124). Islam tak diskriminatif dalam memperlakukan umatnya. Semuanya mendapatkan kesempatan dan peluang yang sama untuk berlomba-lomba menjadi sebaiknya-baiknya manusia.

Sigit Nugroho mengaku merasa tenaga setelah masuk Islam. Semasa tak beragama dan lalu masuk Nasrani sebelum menjadi mualaf, dirinya merasakan ketidaktenangan dalam hidup. Uang hasil kerjaannya tak bisa dinikmati dengan baik karena membuat tubuh menjadi panas (hlm. 26).

Dari kisah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa izzul islam wal muslimin bukan dengan kekerasan tapi dengan kelembutan dan kasih sayang hingga tak ada orang yang merendahkan. Buku Mualaf: Kisah Para Penjemput Hidayah penting dibaca untuk mengoreksi metode dakwah aktivis Muslim dalam menyebarluaskan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar