Rabu, 20 Juli 2016

Membanguun Harmoni Berbasis Qurani

Judul : Al Qur’an Bukan Kitab Teror
Penulis : Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag
Penerbit : Bentang, Yogyakarta
Terbitan : Pertama, Februari 2016
Tebal : 284 halaman
ISBN : 978-602-7888-99-9
Dimuat di: Koran Madura 1 Juli 2016  

Mengaji Al Qur’an pada bulan Ramadan begitu semarak, menggema di tempat-tempat ibadah. Pada bulan istimewa ini kitab suci umat Islam diturunkan ke dunia. Dalam sebuah riwayat disebutkan, setiap datang Ramadan Nabi Muhammad tadarus di hadapan Malaikat Jibril. Umatnya meneruskan dengan tradisi tadarus usai salat tarawih.

Semangat ini perlu ditingkatkan dengan mengkaji kandungannya, tidak hanya pada bulan puasa. Sehingga, Al Qur’an cakap merespons perubahan zaman dan permasalahan dunia seperti ekstremisme dan terorisme yang selalu dikait-kaitkan dengan doktrin jihad Al Qur’an. Selain menyerukan jihad dan perang, Al Qur’an juga mengajak hidup harmoni.

Bahkan hasil temuan Dr. Imam Taufiq dalam penelitian disertasinya ini, Al Qur’an tidak hanya menyerukan perdamaian tapi merumuskan strategi perdamaian. Strategi membangun perdamaian berbasis Al Qur’an telah dipraktikkan Nabi Muhammad dalam menciptakan tatanan masyarakat yang sejuk, damai, dan toleran.

Nabi Muhammad menjalankan secara penuh dan konsisten terhadap Islam, iman, dan ihsan secara sekaligus. Penghayatan serta pengamalan tiga pilar tersebut menjadi modal utama bagi terciptanya ketentraman, keharmonisan, dan keadilan. Di atas tiga pilar tersebut perdamaian Islam dibangun.

Strategi perdamaian yang ditawarkan Al Qur’an dengan memenuhi kebutuhan dan hak-hak dasar kehidupan manusia. Menurut Johan Galtung, ada empat jenis kebutuhan manusia, yaitu kesejahteraan (well-being), kebebasan (freedom), keamanan (security), dan identitas (identity) [hlm. 33].

Pemberian rasa aman diwujudkan dengan mengucapkan salah saat bertemu. Salam simbol suatu janji kedamaian dan keamanan dari orang yang mengucapkan kepada orang yang diberi salam. Menurut Rasyid Ridha, orang yang mengucapkan salam berarti ia telah menjamin rasa aman orang tersebut dan apabila kemudian ia menyakitinya, sesungguhnya ia telah berkhianat dan mengingkari janjinya (hlm. 206).

Ulama berbeda opini terkait ucapan salam kepada dan/atau dari non muslim. Kelompok pertama mengatakan haram mengucapkan salam dan hanya boleh menjawab dengan redaksi tertentu sebagaimana yang dipraktikkan Nabi Muhamad. Dalam pandangan Imam Taufiq, penafsiran semacam ini disemangati oleh hubungan antaragama yang penuh kecurian.

Ibnu Qayyim Al-Jauzi menegaskan, hadis larangan menjawab dan mengucapkan salam terhadap nonmuslim terjadi dalam konteks khusus, yaitu kelompok Yahudi mengucapkan salam as-samu ‘alaikum dan hadis yang lainnya dalam konteks Nabi Muhammad pergi ke kelompok Yahudi yang tidak bersabar dengan umat Islam (hlm. 208). Dengan demikian, boleh menjawab dan mengucapkan salam dalam konteks berbeda.

Pemenuhan kesejahteraan merupakan salah satu strategi perdamaian qurani dalam ranah sosial-ekonomi. Keadilan dan kebajikan (‘adl wa ihsan) untuk mengurangi terjadinya konflik dan sengketa. Pandangan Ashgar Engineer, konsep keadilan dan kebajikan dibangun di atas dasar transparasi, keadilan, kebajikan, dan kesejahteraan sosial (hlm. 238).

Al Qur’an tidak membenarkan pemusatan kekayaan yang berdampak pada ketidakseimbangan sosial, kesenjangan ekonomi, dan berpotensi memicu konflik. Pembangunan ekonomi berbasis ‘adl wa ihsan merupakan strategi Al Qur’an mencegah konflik.

Gagasan-gagasan buku ini patut dipertimbangkan pengambil kebijakanan dan pegiat perdamaian dalam memutus mata rantai radikalisme dan terorisme, dan mengampanyekan perdamaian di negeri yang majmuk ini. Buku ini selain mengelaborasi penafsiran Al Qur’an klasik dan kontemporer juga melacak implementasi nilai-nilai damai dalam kehidupan Nabi Muhammad. Rumah setiap jiwa yang merindukan kedamaian perlu dihiasi buku Al Qur’an Bukan Kitab Teror.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar