Senin, 07 Februari 2011

Memahami Bahasa Al Qur'an


Oleh : M. Kamil Akhyari

Judul : Bahasa Al-Qur'an Perspektif Filsafat Ilmu
Penulis : Prof. Dr. Husein Aziz, MA
Penerbit : Pustaka Sidogiri
Cetakan : Pertama, Dzul Hijah 1431 H
Tebal : 124 Halaman


Al-Qur'an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengarahkan umat manusia (hudan li al-nâs) kepada jalan yang benar (shirat al-mustaqîm). Sebagai pedoman hidup, di dalamnya tentu berisi seperangkat perintah (amr), larangan (nahi), kabar gembira (wa'd), ancaman (waîd), serta kisah-kisah umat terdahulu yang menginspitasi (kishas al-umam al-mâdhi).
Suatu pesan tentu tidak akan sampai dan terserap, jika yang menyampaikan dan yang menerima pesan kapasitasnya tidak seimbang. Analoginya, manusia yang akan memerintah hewan untuk melakukan sesuatu, tentu pesan yang disampaikan tidak dapat dipahami karena kapasitasnya tidak sama.
Pesan-pesan yang hendak disampaikan Tuhan kepada manusia tentu tidak akan pernah sampai, karena masyarakat bumi tidak akan dapat menjangkau persepsi akan hakikat 'bahasa langit'. Komunikatornya transinden dan non materi, sementara komunikannya berupa materi. Mukhatab (komunikan) tidak akan dapat memahami pesan mutakallim (komunikator) karena media penyampaian pesan (bahasa) tidak sama. Sehingga Al-Qur'an dituntut bukan hanya bagaimana gagasan tersebut bagus. Tapi, bagaimana supaya pesan yang terdapat dalam Al-Qur'an dapat dipahami. Maka penerima pesan menjadi sangat penting untuk diperhatikan, selain dari aspek gagasan.
Menyamakan kapasitas antara komunikator dan komunikan adalah sebuah keharusan yang tak dapat dielakkan. Al-Qur'an sebagai kalam Tuhan tidak akan bisa meyakinkan umat manusia jika tidak bisa menggambarkan pesan yang disampikan dengan sesuatu yang ada disekililing manusia. Manusia senantiasa mengukur kebenaran dengan apa yang telah mereka kenali, dan pengalaman sehari-hari yang mereka alami (Hal : 82).
Menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an dengan bahasa manusia membantu mempermudah umat manusia untuk menangkap maksud pesan yang hendak disampikan Tuhan. Tapi pada sisi yang lain, tidak sedikit masyarakat yang “terperosok” ketika Tuhan yang non materi “memperkenalkan” diri dengan menggunakan tubuh manusia yang tersusun dari materi. Disinilah titik rawan orang yang mendalami Al-Qur'an -pinjam istilah pengantar buku tersebut- terperosok, terpelisit, atau bahkan tabrakan.
Berawal dari perbedaan pemahaman menangkap pesan Tuhan inilah lahir penafsiran yang beragam. Bukti kongkrit, perbedaan ulama dalam memahami Al-Qur'an surat Thaha [20] : 5. Ulama berbeda penafsiran dalam mengartikan kata istiwa' (bersemayam). Ibnu Taymiyyah memahami redaksi tersebut dengan makna lahir bahasa (hakiki), yaitu Tuhan berada di atas arasy. Tidak jauh beda dengan pemahaman Ibnu Taymiyah, pemahaman yang ditangkap kelompok Hasywiyah dan Karamiyah yang mengedepankan naql (teks) dalam memahami ayat Al-Qur'an (Hal : 69-70).
Pemahaman yang ekstrim kanan ini disanggah oleh pendapat ekstrim kiri. Kelompok ekstrim kiri yang mengedepankan akal dan logika menafsirkan kata istiwa' secara majazi (figuratif). Karena mereka meyakini Tuhan tidak memiliki sifat-sifat jasmani (non materi).
Bagaimana cara kita, orang awam, menyikapi dua kutub penafsiran yang berbeda ini? Jalan tengah adalah sebuah keniscayaan. Memahami ayat Al-Qur'an secara moderat akan menyelamatkan kita dari titik rawan tabrakan dua pemahaman tersebut, sebagaimana yang telah ditempuh Imam Ghazali dalam Tasawuf, Imam Syafi'i dalam Fiqih, dan Imam Al Asy'ari dalam Teologi dengan mengkomparasikan dua kutub pemikiran yang ekstrim.
Pertayaannya sekarang, kenapa Allah masih menggunakan bahasa Mutasyabih dan Majaz? Bukankah Dia Maha Mengetahui dan mampu untuk memberikan pemahaman kepada umat manusia tanpa harus menggunakan kata mutasyabih? Menggunakan bahasa Mutasyabih dan Majaz bukan hanya untuk mempermudah umat manusia menangkap pesan Al-Qur'an. Unsur sasra yang memikat masyarakat arab pada waktu diturunkannya untuk tertarik membacanya adalah tujuan yang juga tak kalah penting.
Aspek keindahan menjadi perhatian yang sangat besar untuk memikat pembaca memahami pesan Tuhan. Bahasa yang komunikatif dan hidup sangat membantu pembaca membaca dan mengkajinya secara terus menerus.
***
Buku yang ditulis Guru Besar bidang sastra arab ini sangat menarik untuk dibaca setiap umat manusia yang tertarik memahami kandungan Al-Qur'an, khususnya kaum pesantren yang senantiasa bergelut dengan Al-Qur'an dan Tafsir. Karena sampai saat ini buku dan kitab yang membahas bahasa Al-Qur'an secara spesifik masih sangat minim.
Disamping itu, dalam buku “Bahasa Al-Qur'an Perspektif Filsafat Ilmu” ini kita akan mendapatkan penafsiran-penafsiran yang relevan dengan perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi yang belum banyak kita dapatkan. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar