Kamis, 11 Juli 2013

Menikmati Eksotisme Melbourne

Judul: Melbourne Memang Dahsyat!
Penulis: Marjohan, M.Pd
Penerbit: Diva Press
Cetakan: Pertama, Mei 2013
ISBN: 978-602-7933-57-6
Dimuat di: EraMADINA

Banyak orang berkeinginan bisa menginjakkan kaki di Negeri Kanguru. Tentu dengan beragam maksud dan tujuan. Ada yang ingin memperluas jaringan bisnis, menimba ilmu, atau hanya sekadar berlibur menikmati eksotisme objek wisata Australia.

Australia, magnet yang selalu membuat banyak orang betah tinggal di sana. Sehingga tak salah jika dari 21 juta jiwa di Australia saat ini, penduduk pribuminya hanya 2,3 persen (hal. 71). Selebihnya berasal dari berbagai belahan negara yang sudah puluhan tahun tinggal di sana secara turun-terumun.

Untuk berkunjung ke Negeri Kanguru, sebenarnya tidak terlalu sulit. Jarak tempuh Indonesia-Australia relatif dekat. Namun, tidak semua orang bisa mengunjunginya. Biaya transportasi dan akomodasi di Australia relatif mahal jika dibandingkan dengan di Indonesia.

Bagi Anda yang belum ditakdirkan pergi ke ibukota Victoria, Melbourne, tidak perlu risau apalagi galau. Buku Melbourne Memang Dahsyat bisa menjadi alternatif bagi Anda yang belum berkesempatan ke sana. Anda akan diajak seakan menjelajahi Melbourne untuk ikut menyaksikan pinguin tanpa harus mengeluarkan biaya. Guru SMA Negeri 3 Batusangkar, Tanah Datar, Sumatra Barat, dalam buku yang diterbitkan Diva Press ini menuturkan pengalamannya secara detail selama beberapa hari di Australia. Pak Marjohan membuat setiap orang yang membaca bukunya serasa menginjakkan kaki di sana.

Dalam buku yang terbit pada Mei 2013 lalu ini, dijelaskan seluk-beluk Melbourne. Kondisi sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, dan infrastuktur tak luput dari sorotan Marjohan. Pemangku kebijakan juga tak salah membaca buku ini sebagai studi komparasi untuk kemudian diadaptasi. Beberapa catatan itu penting dalam buku ini ialah:

Pertama, sekalipun Australia beranekaram budaya, agama dan bahasa, jarang sekali ada gesekan sosial. Semuanya bersatu dalam ikatan taat kepada aturan. “Kalau kita melihat masyarakat kita (Australia) sekarang, keanekaragaman, kekayaan, dan keterbukaan masyarakat kita memberikan harapan besar bagi pengungsi,” kata pengungsi asal Vietnam di Banadara Melbourne, menjelaskan keramahan setiap warga negaranya (hal. 144).

Kedua, mutu pendidikan di Australia sangat teruji dan kompeten. Saat ini terdapat sekitar 20.000 mahasiswa Indonesia yang belajar di sana. Seperti di Indonesia, Australia juga memberlakukan semacam Ujian Nasional (UN). Namun, UN hanya pemetaan kemampuan siswa serta melihat kualitas pendidikan secara nasional dan internasional, bukan penentu kelulusan (hal. 112). UN berlaku di kelas 3, 5, 7, dan 9. Sementara untuk siswa kelas 11 dan 12, siswa diharuskan menekuni mata pelajaran yang mereka minati dan diarahkan pada jurusan yang akan diambil di perguruan tinggi nanti. Sehingga siswa kelas 12 tak lagi dirisaukan oleh pelulusan seperti yang jamak terjadi di negeri ini (hal. 113).

Ketiga, infrastuktur di Australia sangat bagus dan lebar. Maaf, jalannya tidak seperti di negeri ini yang banyak yang berlubang dan bergelombang. Sepanjang jalan terlihat bersih dan “bebas” dari debu. Lagi, tak ada macet sekalipun pengguna jalan kebanyakan mengendarai mobil (hal. 91).

Keempat, kesejahteraan warga Australia lebih bagus daripada Inggris dan Jerman. Tingkat kemisikinannya cukup rendah. Pada tahun 2011, pendapatan per kapita di sana mencapai $914,482 miliar. “Di Australia, kalau kita mau dan tidak gengsi, maka banyak pekerjaan yang bisa menampung kita,” tutur salah seorang warga Indonesia yang bekerja di sana kepada Marjohan. (hal. 103). Upah menjual koran saja di Australia 1000 dolar, setara dengan Rp 10 juta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar