Judul: Keterampilan Berbahasa Tetap Memilih
Kata: Kasus Kebahasaan di Sekitar Kita
Penulis: Eko Prasetyo
Penerbit: Indeks
Cetakan: Pertama, 2013
Tebal: 154 halaman
ISBN: (10) 979-062-026-8
Dimuat di: Malang Post, Minggu 14 Juli 2013
Rusaknya bahasa Indonesia salah satunya disebabkan oleh bahasa media massa yang tidak mengindahkan kata baku. Media sebagai sarana edukasi mestinya menyajikan informasi yang mendidik, bijak, santun dengan berpijak pada kata baku sebagai sarana komunikasi.
Demikian teras
(lead) berita berjudul
Berita Semestinya Mendidik di
Koran Madura edisi Senin 1 April 2013. Dalam tulisan itu disebutkan bahasa media massa saat ini yang memprihatinkan. Karena berlomba-lomba ingin jadi yang pertama menyiarkan, urusan tata bahasa terkadang dikesampingkan.
Editor Harian
Jawa Pos, Eko Prasetyo, secara tidak langsung membenarkan hal itu. Dalam buku
Keterampilan Berbahasa Tepat Memilih Kata: Kasus Kebahasaan di Sekitar Kita, mencatat beberapa dari sekian banyak judul media massa yang kurang benar (untuk tidak mengatakan salah).
Kutipan berita yang kurang benar: Ketum PPP "Digoda" untuk Tinggalkan
Azas Islam (Republika, 17 Juni 2011), polisi dan pelaku pencurian sempat
berkejar-kejaran (www.beritajatim.com, 28 Juni 2010), Miyabi Gagal Jadi
Nominator FFI 2010 (okezone.com, 13 November 2010), DPRD Nilai Proyek
Pedestrian Tak Berkualitas (Surya, 2 Juni 2010), Ben Stiller Jadi
Pengangguran (Liputan6.com, 15 Februari 2010), Foto Seronok "Bupati Pekalongan" Muncul di Facebook (Kompas.com, 18 Februari 2010), SBY:
Silahkan Warga NU Kritisi Pemerintah (vivanews.com, 17 Juli 2011).
Sepintas tak ada masalah dengan judul-judul berita di atas karena informasi yang hendak disampaikan terserap, dan orang lain faham dengan yang dimaksud. Namun, bagi orang yang melek bahasa, ada yang mengganjal dari judul berita yang dicetak miring tersebut.
Kata
azas tampaknya tak hanya dipakai Republika, tapi juga Suara Merdeka dan vivanews.com. Namun, pada judul yang lain menggunakan kata asas. Lantas mana yang benar? Kata tersebut berasal dari bahasa Arab. Di dalam bahasa Arab, kata itu ditulis dengan huruf
. Huruf ke-12 dalam abjad Arab itu diindonesiakan menjadi . Dengan demikian yang benar asas, bukan azas. Dalam KBBI, asas [n] bermakna dasar (hlm. 5-6).
Demikian pula dengan kata berkejar-kejaran. Harian Singgalang, www.beritajatim.com, www.wartaeradigital.com, www.anatara-sulawesiselatan.com, dan tentunya media-media lain, biasa menggunakan kata tersebut untuk menyebut mengejar. Dalam KBBI, berkejar-kejaran [v] bermakna berlari buru-memburu; saling (bergantian mengejar). Pada kasus berita tersebut bermakna polisi dan perampok saling buru-memburu. Sudah benarkah? (hlm. 15-16).
Sementara kata nominator diresap dari bahasa Inggris (nominate). Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nominator [n] bermakna orang yang mencalonkan (mengunggulkan). Sedangkan yang dimaksud dalam judul Miyabi Gagal Jadi Nominator FFI 2010, orang yang dicalonkan: nomine (hlm. 85-86).
Kata pedestrian cukup dikenal dalam laporan terkait dengan jalan. Pedestrian dalam KBBI berarti pejalan kaki. Frasa proyek pedestrian dan pembangunan pedestrian apakah sudah tepat secara logika? Bukankah yang dimaksud proyek jalur pedestrian (hlm. 91-92).
Pengangguran kata dasarnya anggur. Menurut kaidah pembentukan kata, pengangguran diartikan dengan proses, perbuatan, cara menganggur atau hal menganggur. Sudah tepatkan menggunakan kata pengangguran untuk menyebut orang yang menganggur/penganggur (hlm. 95-96).
Kata seronok di negeri ini cenderung dimaknai negatif. Namun, bagi masyarakat Melayu, khususnya Malaysia, memiliki nilai positif. Demikain pula dalam KBBI, seronok adalah menyenangkan hati; sedap dipandang. Bukanlah lebih jelas maknanya menggunakan kata lain untuk merujuk pada tindakan atau hal yang tidak sopan atau vulgar? (hlm. 131-132).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak ada kata silah. Yang ada sila. Sila bermakna (1) sudilah kiranya (kata perintah), (2) duduk dengan kaki berlipat dan bersilang, (3) aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa. Berdasarkan penjelasan tersebut yang benar adalah silakan (hlm. 133-134).
Selain media massa, MC/presenter, guru, pengurus publik juga sering mencontohkan kata-kata yang menurut kaidah bahasa Indonesia kurang benar, seperti ranking; gelar kesarjanaan S1, S2, S3.
Dalam buku setebal 154 halaman yang diterbitkan Indeks itu dipaparkan 63 kasus Kebahasaan di sekitar kita yang sering salah, tapi karena sudah kaprah dianggap benar. Dengan bahasa yang cukup komunikatif, buku itu bukan hanya sebaiknya, tapi harus dibaca oleh siapapun yang memiliki kepedulian dengan bahasa Indonesia.
bagus, saya jadi tertarik memilikinya. saya punya buku dia yang lain, buku puisinya.
BalasHapusSaya dapat buku "Rumah Kartu" pada acara du Madaris 3. Selain buku ini, saya juga punya "Kekuatan Pena" dan "Jangan Cuma Pintar Menulis". Ini revienya: http://dienariek.blogspot.co.id/2015/03/menjaga-produktivitas-menulis.html
Hapus