Selasa, 15 Juli 2014

Pernikahan di Negeri Para Nabi

Judul: Mahar kok Mahal: Menimbang Manfaat dan Mudaratnya
Penulis: Ahmad Rabi' Jabir ar-Rahili
Penerbit: Tirta Medina, Solo
Terbitan: Pertama, Januari 2014
Tebal: 186 halaman
ISBN: 978-602-9211-96-2
Dimuat di: Malang Post, Minggu 6 Juli 2014

Komisi Hak Asasi Manusia (HRC) Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2011 melansir bahwa satu dari 16 perempuan Arab Saudi tidak menikah. Pada tahun 2015, jumlah perempuan berusia di atas 32 tahun yang tidak menikah diperkirakan mencapai empat juta jiwa (Tempo.co, 6/1/2011).

Maraknya perempuan lajang di Arab Saudi, disebabkan banyaknya laki-laki yang tidak mampu secara ekonomi untuk menikah. Kadar mahar (maskawin) dan tuntutan lain yang harus dipenuhi oleh mempelai laki-laki cukup tinggi. Di timur tengah, biaya pernikahan memang cukup mahal, tidak seperti di Indonesia.

Sebagai ilustrasi, perempuan Arab Saudi meminta mahar Riyal Saudi (RS) 50.000 hingga RS 250.000 setara Rp 150 juta hingga Rp 600 juta. Semakin tinggi pendidikan, karier, dan kecantikan calon istri, permintaan mahar dari keluarga mempelai perempuan makin tinggi pula.

Selain mahar yang harus dikeluarkan, mempelai pria harus menyediakan rumah/apartemen beserta isinya, kendaraan, pesta pernikahan (haflah zafaf), dan kadang juga bulan madu. Total biaya keseluruhan sebuah pesta pernikahan dan prosesnya mencapai RS 130 ribu (hlm. 98).

Meriahnya pesta pernikahan seperti sebuah keharuan tak tertulis bagi orang Arab. Pernikahan tanpa pesta dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Mereka merasa gengsi ketika tetangga dekat mengetahui putrinya berjalan dengan suaminya tapi tetangga tak mengenal sang suami.

Tradisi komersialisasi pernikahan itulah yang Ahmad Rabi' Jabir ar-Rahili gugat melalui buku Mahar kok Mahal: Menimbang Manfaat dan Mudaratnya. Kebiasaan tersebut dinilai telah menyalahi tuntunan agama, Al Qur'an dan hadits. Tingginya permintaan mahar lebih banyak sisi negatif, sekalipun seluruh ulama sepakat tak ada batasan maksimalnya.

Tingginya permintaan mahar menyalahi firman Allah untuk memudahkan urusan (QS Al Baqarah [2]: 185), sabda kanjeng Nabi Muhammad bahwa nikah yang paling besar berkahnya adalah yang paling sedikit biayanya (HR Abu Dawud), dan anjuran Nabi untuk memperbanyak umat dengan menikahi perempuan yang subur (HR Abu Dawud dan Nasa'i) [hlm. 31-36].

Ahmad Rabi' Jabir ar-Rahili mendesak pemerintah melakukan intervensi. Di antara kebijakan yang bisa ditempuh negara: (1) mengedukasi masyarakat melalui media massa; (2) mengeluarkan perintah atau aturan kepada gubernur wilayah untuk mengkaji masalah tingginya kadar mahar; (3) meminta mufti negara mengeluarkan keputusan fatwa tentang penetapan kadar mahar (hlm. 173).

Raja Fadh telah melakukan upayanya di antaranya melakukan edukasi baik melalui media maupun dalam tatap muka dengan warga. Negara juga telah meminta mufti negara untuk mengeluarkan keputusan. Mufti telah mengeluarkan fatwa tentang penetapan kadar mahar (hlm. 175-178).

Pemerintah mengokohkan fatwa dengan surat Perintah Raja Agung Nomor 4702 tertanggal 27/2/1386 H., dan didukung Surat Keputusan Kementerian Dalam Negeri Nomor 3304 tertanggal 10/3/1386 H (hlm. 179).

Namun, regulasi tersebut mulai terlihat hanya menjadi macan kertas, makin hari makin tidak bertaji. Oleh karenanya, pemerintah perlu melakukan pengawasan secara lebih ketat, jangan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat (hlm. 180).

Perjuangan memberangus tradisi komersialisasi pernikahan di Arab Saudi dijabarkan dalam buku Mahar kok Mahal: Menimbang Manfaat dan Mudaratnya. Pada bagian awal, Ahmad Rabi' Jabir ar-Rahili memaparkan kajian fiqih tentang pernikahan dan mahar dari beberapa mazhab fiqih. Bisa menjadi referensi muslim/muslimah yang hendak menyempurnakan separuh agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar