Minggu, 24 Agustus 2014

Sisi Gelap Politik dan Cinta

Judul: Burung Terbang di Kelam Malam
Penulis: Arafat Nur
Penerbit: Bentang Pustaka
Terbitan: Pertama, Februari 2014
Tebal: 374 halaman
ISBN: 978-602-7888-93-7
Dimuat di: Koran Madura, 22 Agustus 2014

Novel Burung Terbang di Kelam Malam memotret sisi gelap politik dan cinta berlatar Aceh. Kisahnya mengandung satire dan jenaka dalam balutan intrik politik dan kisah cinta yang unik. Tak kalah asyik dari novel Arafat Nur yang lain, Lampuki (Serambi, 2011).

Objek ceritanya lebih banyak tertuju pada perjalanan Fais, pria lajang yang suka bermain mesra dengan perempuan. Wartawan Warta itu berpetualang untuk mencari bukti-bukti dan menuliskan kemunafikan Tuan Beransyah, kandidat Wali Kota Lamlhok yang dikenal alim, dermawan, dan pandai agama.

"Tekadku ini muncul tidak lain karena omongan Tuan Beransyah sendiri. Dengan pongahnya, dia menampik semua semua kabar seputar dirinya yang suka memelihara perempuan dan menentang siapa pun untuk membuktikannya. Dia membalikkan segala serangan itu sebagai senjata, menuding lawan-lawan politiknya telah dengan sengaja memburuk-burukkan citra...." (hlm. 6)

Fais memulai petualangannya dengan menemui Kak Aida, gundik Tuan Beransyah yang ada di Panton. Selama tiga puluh tahun terakhir, Tuan Beransyah tidak pernah lagi pulang menemui perempuan berusia 38 tahun yang masih butuh kehangatan tersebut.

"Baginya, aku ini hanyalah umpan telur-nya. Tapi bagiku, landok tua itu tidak lebih daripada telur busuk. Cuih!" ucap Aida, kesal. Seperti itulah sosok kandidat wali kota yang diangung-agungkan media di mata gundiknya (hlm. 12).

Fais melanjutkan penelurusannya ke Sigli. Di sana, pria hidung belang tersebut memiliki gundik bernama Haliza. Dia bertutur bahwa Tuan Beransyah bukan semata pedagang emping, melainkan saudagar ganja paling berjaya. Tuan Beransyah menjalin hubungan dengan banyak mafia di sejumlah wilayah sampai ke Jakarta.

Saudah, satu-satunya gundik Tuan Beransyah yang tinggal di daerah pedalaman, Peureulak, saat ditemui malah menantang Fais untuk membawanya. Dia akan memotong kelaminnya untuk kemudian diberikan pada kucing. "Akan kuberikan anu-nya pada kucing!" katanya berulang-ulang (hlm. 170).

Di Langsa, Tuan Beransyah memiliki istri simpanan bernama Laila. "Dia (Tuan Beransyah) itu lelaki banyak akal. Kalau ingin menemuiku, dia akan mencari sebuah penginapan di dekat sini, lalu seseorang diutusnya untuk menjemputku dengan mobilnya. Setelah itu kami tidur sebentar, aku pun di antar pulang. Aku ini hanya barang pemuas nafsunya, tidak lebih!" Laila berterus terang tentang kehidupan keluarganya dari hasil pernikahan di bawah tangan (hlm. 190).

Tuan Beransyah memelihara 15 perempuan. Yang memberikan testimoni positif tentang Tuan Beransyah hanya Rahmah, istrinya kedua. Rahmah tahu suaminya telah mengawini banyak perempuan, tapi dianggap hal wajar karena memiliki banyak kekayaan. Lagi, katanya, Tuan Beransyah, tak suka mengasari perempuan.

"Kalau dibilang dia laki-laki tidak bertanggung jawab, kukira salah besar. Dia selalu mengirimkan uang untukku setiap bulan, menyekolahkan anak-anak kami, dan tiga anak kami telah menjadi pegawai negeri. Ayahnyalah yang mengusahakan dengan cara menyogok." (hlm. 125)

Kemunafikan Tuan Beransyah itu hanya menjadi buah bibir dan tertulis dalam buku catatan Fais. Tak ada wartawan yang berani menyentuh borok pantatnya. Malah wartawan ikut mengangkat telur-nya, dengan bangga menulis kepongahan sang kandidat wali kota yang penuh kepura-puraan.

Fais pernah sekali mengangkat borok pantat sang Tuan setelah terpilih sebagai wali kota. Tapi keberanian tak yang menghasilkan apa-apa tersebut harus dibayar dengan seluruh jiwa hidupnya; rumahnya diobrak-abrik orang tak dikenal, dipecat oleh perusahaan, dan dikejar polisi karena dituduh telah melakukan pembubuhan.

Dalang di balik itu semua sang Tuan. Tuan Beransyah memang tidak menunjukkan kejengkelannya atas tulisan Fais dan tidak menuntut ke pengadilan. Banyak cara lain baginya untuk balas dendam dengan pembalasan tanpa ampun.

Fais marah dan muak dengan kelakuan Tuan Beransyah. Tapi, ia malah tak jauh beda peragainya; suka memainkan "telur"-nya dan menjadi sosok "Tuan Beransyah" baru, memberikan kehangatan kepada gundik-gundik sang Tuan yang tegatelan.

Cerita ditutup dengan minggatnya Fais dari kampung halaman, Kota Lamlhok, karena jiwanya sedang terancam. Fais mencari aman ke rumah Diana, kekasihnya, yang pada akhirnya terungkap bahwa dia buah hati Tuan Beransyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar