Selasa, 03 Februari 2015

Ulama Sunni Bicara Ahlulbait

Judul: Mencintai Keluarga Nabi SAW
Penulis: K.H. R. Abdullah bin Nuh
Penerbit: Noura Books
Terbitan: Pertama, September 2014
Tebal: 305 halaman
ISBN: 978-602-1306-70-3
Dimuat di: Malang Post, 1 Februari 2015

Ahlulbait identik dengan ajaran mazhab Syiah. Namun, K.H. R. Abdullah bin Nuh, tokoh Nahdlatul Ulama asal Cianjur, tak risih membicarakan Ahlulbait yang disarikan dari berbagai sumber karya ulama Sunni. Ia mengajak setiap muslim mencintai keluarga Nabi.

Pada hakikatnya, mencintai keluarga Nabi bukan hanya monopoli ajaran mazhab Syiah. Seluruh umat Islam tanpa memandang perbedaan mazhab berkewajiban mencintai keluarga Nabi, sebagai konsekuen logis pengakuan rasa cinta pada Nabi. Mencintai keluarga Nabi adalah bekal menuju surga.

Imam Syafii menyatakan dengan sangat tegas tentang kecintaannya kepada Ahlulbait. "Jika saya akan dituduh sebagai orang Rafidhah (salah satu sekte ekstrem dalam Syiah) karena saya mencintai keluarga Nabi Muhammad, saksikanlah oleh seluruh manusia dan jin bahwa saya ini adalah pengikut Rafidhah" (hlm. 41).

Keharusan mencintai Ahlulbait difirmankan langsung oleh Allah dalam Al Qur'an dan sabda-sabda Nabi Muhammad. Setiap mukmin dalam setiap salat, selalu menyertakan keluarga Nabi ketika bersalawat kepada beliau, dan menurut Imam Syafii adalah sebuah keharusan menyertakan Al Muhammad dalam taysahud.

Hanya saja terdapat perbedaan pendapat antara mazhab Sunni dan Syiah tentang siapa saja yang tergolong Ahlulbait. Perbedaan pendapat tersebut terlihat dalam menafsirkan QS Al Ahzab [33] : 33 yang menjadi akar istilah Ahlulbait.

Menurut mazhab Sunni, Ahlulbait meliputi keluarga Nabi dalam arti luas, meliputi istri-istri beliau, anak, dan cucu-cucunya. Sementara menurut mazhab Syiah, Ahlulbait hanya terbatas pada Ali, Fatimah, Hasan, Husein, beserta keturunannya.

K.H. R. Abdullah bin Nuh cukup berimbang dalam menjelaskan dalil yang menjadi sandaran pendapat tentang siapa saja yang disebut Ahlulbait. Mazhab Sunni tampaknya menyandarkan argumentasinya pada hadis yang diriwayat Muslim dari Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam.

"Sesungguhnya aku adalah manusia biasa. Hampir datang utusan Allah kepadaku dan aku menerimanya. Kutinggalkan kepada kalian dua bekal, yang pertama adalah Kitabullah. Yang kedua ialah Ahlulbaitku. Kuingatkan kalian kepada Allah mengenai Ahlulbaitku."

Berdasarkan isi khutbah Nabi di atas, sahabat Zaid memperteguh bahwa istri-istri beliau dan orang yang diharamkan menerima sedekat termasuk Ahlulbaitnya. Bahkan Zaid menerangkan bahwa semua keluarga Ali, 'Aqil, Ja'far, dan Abbas adalah Ahlulbait (hlm. 73).

Sementara mazhab Syiah berlandaskan kesaksian Ibnu Abbas yang diperkuat oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih berdasarkan kesaksian Abul Hamra. Menurutnya, ucapan Nabi tentang Ahlulbait ditujukan kepada Ali bin Abi Thalib, Siti Fatimah, Hasan, dan Husein.

"Selama delapan bulan di Madinah, aku menyaksikan, setiap kali Rasulullah keluar hendak menuju shalat di masjid, beliau selalu menghampiri Ali bin Abi Thalib di rumahnya. Sambil memegang pintunya, beliau berucap: "marilah shalat, sesungguhnya Allah hendak menghapuskan kotoran (dosa) dari kalian, hal Ahlulbait, dan Dia benar-benar hendak menyucikan kalian"," demikian kesaksian Abul Hamra.

K.H. R. Abdullah bin Nuh dalam buku Mencintai Keluarga Nabi SAW pada beberapa bab secara khusus menjelaskan hadis tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib, Siti Fatimah, Hasan, dan Husein. Termasuk juga ayat tentang "Mawadah", dan hadis Al Kisa' serta Tsaqalain.

Buku terbitan Noura Books itu penting dibaca di tengah menegangnya hubungan dua mazhab tersebut. Jika tak bisa mengakhiri setidaknya menurunkan tensi ketegaran antara Syiah dan Sunni yang tak pernah harmonis. Pembaca setelah menguliti isi buku tersebut akan sadar bahwa konflik seperti di Sampang Madura Jawa Timur tidak perlu terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar