Minggu, 20 September 2015

Menghadirkan Sejarah Indonesia Lebih Islami

Judul: K. H. R. As'ad Syamsul Arifin
Penulis: Ahmad Sufiatur Rahman
Penerbit: Tinta Medina, Solo
Terbitan: Pertama, Mei 2015
Tebal: XXXVIII+210 halaman
ISBN: 978-602-72129-7-8
Dimuat di: Rakyat Sumbar, 12 September 2015

Jika hanya mengandalkan kekuatan tenaga dan senjata yang dimiliki para pejuang Indonesia, sulit sekali melawan apalagi mengalahkan penjajah. Andalan senjata para gerilyawan masih tradisional sementara senjata musuh sudah cangguh dan modern. Beruntung ada kekuatan supranatural yang membantu memukul mundur Belanda. Itulah ilmu kanuragan.

Namun peran ilmu kanuragan tidak banyak tercover --untuk mengatakan tidak ada sama sekali-- dalam buku sejarah. Secara ilmiah memang tidak logis tapi empiris. Perjuangan ulama dalam mengusir kolonialisme tidak hanya dalam bentuk produksi fatwa sebagai motivasi agama dan terjun langsung memimpin perang, tapi juga memberikan amalan kekebalan kepada para pelaku sejarah agar terhindar dari serangan dan mampu menyerang dengan kekuatan luar biasa.

Fakta tersebut sangat nyata dalam perjuangan K. H. R. As'ad Syamsul Arifin dalam merebut senjata di gudang mesiu Desa Dabasan, Bondowoso, Jawa Timur, pada tahun 1947. Kiai As'ad dan para Pelopor berhasil "mencuri" senjata modern Belanda berkat mengamalkan ilmu kanuragan yang diberikan Kiai As'ad.

Beberapa santri pernah melihat dengan mata telanjang Kiai As'ad menghilang. Kiai As'ad memang dikenal memiliki ilmu mecah diri. Bahkan, pesawat yang hendak mengebom Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah meledak terlebih dahulu karena pesantren dikelilingi pagar gaib, berupa pasir yang telah di-jaza' (dijampi-jampi) dengan asma', hizib, dan aurad oleh santri yang telah menjalani riyadhah. Ilmu tersebut oleh Kiai As'ad digunakan untuk memperjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sebelum Kiai As'ad dan Pelopor berangkat mengambil senjata Belanda, mereka oleh Kiai As'ad diberi azimat di dalam air yang dipercikkan ke tubuh mereka agar kebal peluru (hlm. 109). Perantara azimat tersebut, mereka selamat selama perjalanan, sekalipun sempat diserang warga. Di antara mereka hanya mengalami robek pakaian akibat sabetan celurit (hlm. 129).

Setibanya di tempat gudang mesiu, Kiai As'ad memberi azimat kepada orang-orang yang akan masuk ke dalam gudang agar mudah menyelinap karena gudang dalam penjagaan ketat pasukan Belanda, termasuk memberi minyak "kidung kencana" agar kebal terhadap senjata api dan senjata tajam (hlm. 135).

Berkat pemberian sepotong lidi dari Kiai As'ad, anggota Pelopor lolos dari pasukan Belanda yang mondar-mandir dan melongo saat terdengar bunyi gemerisik daun kering yang terinjak Pelopor. Kiai As'ad juga memberi azimat untuk membuka kunci gembok gudang mesiu, sekaligus untuk menidurkan pasukan Belanda yang berjaga (hlm. 136).

Selain Kiai As'ad, ilmu kanuragan juga pernah dilakukan para kiai ketika melindungi gedung RRI (Radio Republik Indonesia) di Surabaya yang masih utuh ketika digempur pesawat pengebom Inggris (hlm. 118). Sayangnya, penulisan sejarah Indonesia terlalu sekuler, sehingga kekuatan supranatural melalui berbagai pendekatan dan riyadhah kepada Pemilik Jagad Raya oleh ulama tak tercover dalam buku sejarah.

Ahmad Sufiatur Rahman dalam buku K. H. R. As'ad Syamsul Arifin, Kesantria Kuda Putih Santri Pejuang, menghadirkan sejarah "pencurian" senjata secara lebih islami dengan bahasa yang enak dibaca. Jauh dari kata-kata kaku dan membosankan layaknya buku sejarah pada umumnya, karena dikemas dalam bentuk fiksi tanpa menghilangkan fakta yang sesungguhnya.

Untuk memperkuat karakter dan dan memperkaya ilustrasi, penulis menyusuri medan berat 100 desa yang dilintasi Kiai As'ad dan para Pelopor saat mengambil senjata Belanda. Penulis merasakan letihnya perjalanan, aroma kayu basah, dan bunyi tonggerek hutan. Namun penulis menyadari perjalanannya tidak akan persis sama dengan Kiai As’ad. Perjalanan Kiai As'ad lebih rumit dan sulit dari sekadar tapak tilas, karena dalam kondisi perang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar