Minggu, 03 April 2016

Historiografi Sastra Indonesia

Judul : Kitab Sejarah Sastra Indonesia
Penulis : Yant Mujiyanto dan Amir Fuady
Penerbit : Penerbit Ombak, Yogyakarta
Terbitan : Pertama, 2014
Tebal : 305 halaman
ISBN : 602-258-212-0
Dimuat di: Harian Nasional 26-27 Maret 2016  


Membincang sejarah sastra tidak hanya berbicara kejadian atau peristiwa masa lalu secara kronologis. Tapi, juga mengupas seluk beluk kehidupan sastra: meliputi tokoh-tokoh sastra, sastrawan-sastrawati, para ahli sastra, proses dan hasil kreativitas. Buku ini melacak sejarah sastra Indonesia mulai dekade 1920-an, sekalipun embrionya jauh sebelum itu.

Para pemerhati sastra sepakat bahwa kesusastraan Indonesia modern dimulai sekitar 1920. Kelahiran sastra Indonesia modern ditandai dengan ditinggalkannya bentuk puisi lama (pantun dan syair), meskipun rima dan irama lama masih digunakan (hlm. 26).

Perjalanan sastra Indonesia terbagi dalam beberapa angkatan/periode. Angkatan pertama adalah Balai Pustaka (1920-1933). Ciri-ciri tema sastra angkatan ini berbicara tentang pertentangan adat muda dan tua serta kawin paksa, dan bebas dari unsur politik dan agama. Gaya bercerita prosanya masih terpengaruh sastra Melayu yang mendayu-dayu (hlm. 42). Hal ini kita temui pada karya-karya Marah Rusli, seperti Siti Nurbaya dan Memang Jodoh.

Karya Angkatan Pujangga Baru (1933-1942) hadir dengan semangat baru. Tema-temanya menampilkan semangat nasionalisme Indonesia. Banyak terpengaruh Angkatan 1880 di Belanda, sehingga puisi-puisinya banyak yang berbentuk soneta (hlm. 48). Pada angkatan ini para pengarang dan penyair tak lagi didominasi Sumatra sebagaimana angkatan Balai Pustaka.

Pada Angkatan Masa Jepang (1942-1945) sastra Indonesia mengalami perkembangan pesat karena bahasa Belanda tak lagi boleh digunakan. Namun sensor Jepang begitu mencengkeram, sehingga banyak pengarang yang terpaksa menyimpan dulu karyanya atau menulis dengan menggunakan simbol, sehingga lahirlah sastra simbolik (hlm. 58). Sastrawan Angkatan 45 mendorong kemerdekaan dan perjuangan revolusi fisik melalui berbagai bentuk karya tulis. Bahkan, tema-tema kemerdekaan sangat mempengaruhi penggunaan bahasa, sehingga pada saat itu tidak ada lagi irama lamban dan mendayu-dayu. Sastrawan angkatan ini dimotori oleh Chairul Anwar.

Pada dekade 50-an sastra Indonesia mengalami booming cerpen. Di Angkatan Generasi Kisah (1953-1961) ini pokok cerita berkisah sekitar kehidupan sehari-hari, sehingga mutunya tidak terlalu tinggi. Penilaian para kritikus, dominasi ideologi Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) PKI melumpuhkan kreativitas pengarang yang sebelumnya telah menunjukkan kemampuan yang tinggi (hlm. 83).

Dominasi dan tekanan kiri melahirkan Generasi Manifes Kebudayaan (1961-1970). Sastra Angkatan 66 ini menekankan tegaknya keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bersama Orde Baru yang dikomandani Jenderal Soeharto, sastra ikut menumbangkan Orde Lama, mengikis habis Lekra dan PKI (hlm. 171).

Dengan lenyapnya PKI, para pengarang yang pada 1964 hilang dari peredaran mulai kembali aktif menulis. Semangat eksperimen dalam berekspresi seperti jamur di musim penghujan. Pada dekade 70-an-80-an muncul para pembaharu sastra Indonesia dengan karya-karyanya yang unik dan segar seperti Sutardji Calzoum Bachri. Karakteristik sastra Angkatan 80 ada inovasi dalam ide dan teknik ungkapan, serta memberikan penghayatan yang lebih intens pada masalah agama, filsafat, hukum, sosial, dll (hlm. 108).

Dalam 70 tahun perjalanan sastra Indonesia, penulis dipenuhi laki-laki. Pada Generasi Sastra Mutakhir (1990-sekarang) ini banyak sekali muncul pengarang perempuan seperti Ayu Utami, Linda Christianti, Dewi Lestari, dan Helvy Tiana Rosa. Tema karya-karya era reformasi anti penindasan, pro keadaan dan kesetaraan.

Buku Kitab Sejarah Sastra Indonesia tak hanya menarasikan perjalanan sastra dari angkatan/periode ke angkatan/periode, tapi juga karya-karya terpenting sastrawan yang memberikan warna sastra Indonesia. Sepintas juga dijelaskan tren sastra Indonesia mutakhir. Sayang salah ketik dan tanda baca bertebaran nyaris di tiap halaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar